Ternate, HN – Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas) pada Selasa, 29 Maret 2022, melaksanakan aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Ternate. Aksi ini terkait masalah penimbunan di Kelurahan Fitu, Ternate Selatan.
Koordinator aksi, Jainul Abidin, dalam kesempatan itu mengatakan aksi mereka sebagai upaya memprotes pemerintah kota yang terkesan abai dengan nasib sebagian warga Fitu yang terancam hilang mata pencahariannya. Selain itu, mereka menilai aktivitas penimbunan tersebut juga turut mengancam lingkungan.
Berita terkait: Tak Ada Izin, Penimbunan di Fitu, Ternate, Masih Aman-aman Saja
“Untuk bisa makan dan menyekolahkan anak, selain menjual kue, sebagian besar warga mengandalkan tanaman kangkung serta pondak (pandan) untuk bertahan hidup,” kata Jainul.
Ia mengatakan, kelurahan tersebut dikenal sebagai daerah resapan air, sehingga memungkinkan adanya persediaan cadangan air bersih untuk wilayah Kota Ternate.
Cadangan air yang berada di Fitu, kata dia, tentunya ke depan bukan hanya dinikmati oleh warga Fitu, melainkan seluruh warga yang berdomisili di Ternate.
“Saat ini masyarakat di Fitu terancam akibat penimbunan pada daerah resapan air, di daerah resapan air itu pula masyarakat menggantungkan hidupnya dengan cara menanam tanaman berupa sayur kangkung dan pandan, namun mirisnya penimbunan ini juga tidak memiliki izin beraktivitas,” ungkapnya.
Berita terkait: Ini Alasan Pemilik Lahan di Fitu, Ternate, soal Proyek Penimbunan
Ia mengaku, dari data yang diperoleh bahwa ada lima rumah yang bakal digusur karena proyek tersebut. Dari lima rumah ini, satu di antaranya telah membangun dasar bangunan atau fondasi serta menghabiskan uang kurang lebih Rp 20 juta. Pembicaraan mengenai ganti rugi pun belum terlaksana.
“Sudah ada pertemuan yang melibatkan 79 warga (petani penggarap). Dalam pertemuan tersebut menghasilkan empat poin kesimpulan, di antaranya penghentian sementara aktivitas penimbunan sebelum adanya kesepakatan antara warga dengan pemilik lahan melalui kuasanya,” ucapnya.
Jainul mengatakan, usai pertemuan itu, warga sempat mengeluarkan tiga surat permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang ditujukan kepada Wali Kota Ternate, Ketua DPRD, dan Direktur PDAM Kota Ternate.
“Namun semua surat warga tersebut belum direspons,” katanya.
Ia berharap, dalam aksi ini, Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, dapat menyikapi tuntutan mereka, terutama soal nasib warga yang kehilangan mata pencaharian dan cadangan air bersih yang turut terancam karena aktivitas penimbunan.
“Kami meminta pemerintah kota harus bertanggung jawab atas nasib lima rumah warga dan 32 KK petani kangkung dan pandan yang terancam karena ditimbun serta segera hentikan penimbunan lahan RT 01 dan 02 dan secepatnya meninjau status perizinan aktivitas penimbunan,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan DLH Kota Ternate, Syarif Tjan, mengatakan hari ini juga pihak DLH akan turun ke lokasi untuk memberhentikan aktivitas penimbunan.
“Siang ini kita akan ke lokasi dan tutup aktivitas penimbunan, selama belum ada izin yang dikeluarkan maka tidak ada aktivitas yang dilakukan,” ucap Syarif.
Ia mengatakan, untuk nasib warga terutama petani yang ada di Fitu nanti dikoordinasikan ke OPD lain agar bisa membicarakan alternatifnya.
Selain itu, Camat Ternate Selatan, Anang Iriyanto, mengaku proyek penimbunan di Fitu memang tidak memiliki izin dan dokumen yang lengkap.
“Kita akan tutup dulu aktivitasnya. Hingga ada pertemuan dari Pemkot Ternate dan pihak kuasa lahan, selanjutnya akan dibicarakan solusinya,” pungkasnya.