Halteng, HN – Tim investigasi menyatakan penyebab terjadinya perubahan warna air di Sungai Sagea dan Bokimaruru di Desa Sagea-Kiya, Halmahera Tengah, bukan karena dampak dari aktivitas pertambangan.

Pernyataan itu merupakan laporan sementara tim investigasi yang terdiri atas Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, DLH Halmahera Tengah, Dinas Kehutanan, dan Balai PDAS.

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan menyebutkan, beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan di wilayah Sagea dan sekitarnya tidak berdampak langsung ke Bokimaruru.

“Laporan tim yang ada di lokasi seperti itu, memang alirannya ke beberapa sungai yang ada di Halmahera Tengah, tetapi tidak menyebutkan Sungai Bokimaruru,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, Fachruddin Tukuboya, Rabu, 6 September 2023.

Menurut Fachruddin, tim di lapangan melaporkan bahwa ada potensi terjadinya longsoran di dalam Gua Bokimaruru.

“Perlu digarisbawahi bahwa ini kesimpulan sementara,” ungkapnya.

Ia menambahkan, perlu adanya ahli geologi yang harus masuk ke dalam Gua Bokimaruru untuk memastikan bahwa benar-benar terjadi longsoran.

“Jadi tim kami berkesimpulan sementara bahwa perubahan pada warna air di Bokimaruru karena ada sedimen yang longsor kemudian hujan deras beberapa waktu lalu dan mendorong tanah ke hilir sehingga terjadinya perubahan pada warna air, itu dugaan sementara,” katanya.

“Karena laporan tim yang berada di lokasi kurang lebih lima hari ini seperti itu,” sambungnya.

Rekomendasi Pemberhentian Sementara Aktivitas Pertambangan

Fachruddin menyebutkan, sebelumnya DLH Provinsi Maluku Utara memang telah mengeluarkan rekomendasi pemberhentian sementara aktivitas lima perusahaan pertambangan menindaklanjuti tuntutan front Selamatkan Kampung Sagea (SEKA) terkait Sungai Bokimaruru dan pesisir dari ancaman tambang.

Kelima perusahaan tersebut yakni PT Weda Bay Nickel, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Tekindo Energi, PT Karunia Sagea Mineral, dan PT First Pasific Mining.

“Sebagai pemerintah tentunya kami juga melihat aspirasi masyarakat sebagai hal penting yang harus kami dengar, karena bagaimanapun semua aktivitas pertambangan ini kan tujuannya agar masyarakat sekitar bisa merasakan dampak dari kesejahteraan. Untuk itu, kami berharap dalam prosesnya juga harus sesuai dengan kesepakatan pengelolaan lingkungan, dan itu wajib jangan sampai ada korban gitu,” ujarnya.

Menurutnya, rekomendasi yang ditujukan ke lima perusahaan tersebut tidak memiliki batas waktu, dan hanya bersifat mengantisipasi jangan sampai pencemaran sungai Bokimaruru akibat dari aktivitas pertambangan.

“Tapi fakta sepanjang investigasi sampai hari ini tidak ada rekomendasi yang mengarah ke sana, seperti dugaan teman-teman SEKA,” jelasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *