Halut, HN – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi mengecam tindakan oknum anggota Polres Halmahera Utara (Halut) terhadap Yolius Yatu (22) atau Ongen, mahasiswa Universitas Halmahera (UNIERA).
Sekretaris LBH Marimoi, Fahrizal Dirham, mengatakan kasus penangkapan dengan cara kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian merupakan bukti gagal pihak kepolisian mengimplementasi hukum di Indonesia.
“Penangkapan secara paksa, intimidasi, kriminalisasi, dan penganiayaan terhadap masyarakat dan mahasiswa oleh pihak kepolisian bukan masalah baru di negara ini,” kata Fahrizal, Rabu, 28 September 2022.
“Yolius Yatu ditangkap dan dikriminalisasi karena postingan di sosial medianya dengan caption yang katanya membuat tersinggung beberapa oknum anggota kepolisian Polres Halmahera Utara,” sambungnya.
Peristiwa ini berawal saat korban mengunggah foto anggota polisi memegang anjing pelacak dalam mengawal aksi BBM pada Senin, 19 September 2022.
Yolius membuat postingan di story WhatsApp-nya dengan nada tulisan, “tara (tidak) berani tangan dengan tangan baru pakai anjing pelacak.”
Fahrizal menuturkan, setelah itu Yolius Yatu kemudian dijemput paksa di rumahnya pada Selasa, 20 September 2022 pukul 21.00 tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan perundang-undangan dan menggunakan kekerasan dan diintimidasi.
Bahkan, lanjut dia, Yolius Yatu juga sempat tidak sadarkan diri saat dibonceng oknum anggota kepolisian, karena lehernya dijepit dari belakang dengan lengan dari salah seorang oknum anggota kepolisian Polres Halmahera Utara hingga tidak bisa bernafas.
“Ia (Yolius Yatu) kemudian diseret ke kantor polisi Polres Halmahera Utara dan dipukul kemudian dimasukan ke dalam kandang anjing K9, lalu disuruh jalan jongkok mengelilingi halaman Polres Halmahera Utara dan berguling sambil berteriak meminta maaf kepada seekor anjing,” katanya.
Sehingga, kata dia, LBH Marimoi bersama dengan korban penganiayaan sudah membuat laporan polisi kepada Propam dan Diskrimum Polda Maluku Utara, untuk pelanggaran kode etik dan tindak pidana penganiayaan, terkait dengan kejadian tersebut.
“Kami LBH Marimoi dan korban penganiayaan terpaksa melapor ke Polda Maluku Utara, karena Polres Halmahera Utara tidak melayani laporan polisi yang dilakukan oleh korban setelah dipulangkan,” ujarnya.
Ia menambahkan, LBH Marimoi bersama dengan beberapa mahasiswa dan korban penganiayaan juga memiliki tuntutan.
“Mendesak kepada Kapolri untuk memecat Kapolres dan Wakapolres Halmahera Utara, mendesak Kapolri untuk memecat oknum anggota kepolisian Polres Halmahera Utara yang melakukan tindakan penganiayaan kepada Yolius Yatu,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, agar Kapolri melakukan evaluasi kinerja Polres Halmahera Utara yang tidak melayani Laporan/Pengaduan Masyarakat.
“Propam Polda Maluku Utara juga memeriksa petugas SPKT Polres yang tidak mau menerima laporan pengaduan dari korban penganiayaan serta Kompolnas untuk melakukan klarifikasi dan monitoring terkait dengan pengaduan korban penganiayaan di Halamahera Utara,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kapolres Halmahera Utara, AKBP. Tri Okta, mengatakan secara institusi selaku pimpinan dan secara pribadi memohon maaf atas kejadian yang menimpa salah satu mahasiswa Uniera.
“Saat ini, kami juga telah memerintahkan Kasie Propam untuk memeriksa empat anggota tersebut. Saya juga sudah sampaikan kepada Bapak Kapolda dan saya juga telah melakukan koordinasi dengan pihak kampus untuk menghadirkan saudara Ongen guna kami meminta keterangan sebagai korban,” jelasnya.
Kapolres menegaskan, jika terbukti anggotanya bersalah maka pihaknya akan memproses sesuai aturan, baik pidana maupun kode etik.
“Jika ada yang mau berkonsultasi persoalan ini, silakan saya terbuka asalkan kita berbicara secara rasional. Jangan khawatir saya akan proses jika terbukti karena kasus ini sudah dimonitor oleh Bapak Kapolda dan menjadi atensi sehingga kami tidak akan tinggal diam jika hal ini terbukti,” pungkasnya.