
Halmaheranesia – Pernyataan Prof. Dr. Muhammad Aris terkait perikanan budidaya sudah seharusnya menjadi prioritas utama di Maluku Utara mendapat tanggapan dari akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun (Unkhair), Asmar Hi Daud.
Asmar mengatakan, pernyataan tersebut adalah ajakan serius untuk menyadarkan bahwa masa depan sektor kelautan kita tidak bisa lagi bertumpu pada perikanan tangkap semata.

“Di tengah fluktuasi hasil tangkapan karena perubahan iklim, tekanan eksploitasi wilayah tangkap, serta pergeseran kawasan pesisir akibat aktivitas industri ekstraktif, arah baru memang mutlak diperlukan. Dan arah itu adalah budidaya,” ucap Asmar, Selasa, 22 April 2025.
Ia menjelaskan, Maluku Utara tentu belum sepenuhnya siap dengan sektor budidaya. Tapi Maluku Utara sedang menuju ke sana.
“Dalam analisis kesiapan regional yang kami susun berdasarkan 10 aspek strategis, dari SDM pembudidaya, ekosistem kelembagaan, hingga kapasitas fiskal dan dukungan infrastruktur, Maluku Utara berada di tahap fondasi,” papar Asmar, mantan kepala dinas perikanan di salah satu kabupaten di Maluku Utara.
Menurut Asmar, masih banyak pekerjaan rumah, terutama dalam meningkatkan kapasitas petani ikan, memperkuat kelembagaan lokal, memperjelas arah kebijakan anggaran, dan membangun sistem pendukung yang efisien.
Meskipun demikian, kata dia, optimisme Guru Besar Unkhair, Muhammad Aris, bukan tanpa dasar. Keunggulan geografis Maluku Utara yang didominasi pulau-pulau kecil justru menjadi kekuatan dalam marikultur laut.
“Potensi rumput laut, kepiting bakau, udang vaname, hingga lobster, tidak hanya tersedia, tetapi menunggu disentuh dengan strategi dan teknologi yang tepat,” jelasnya.
“Yang kita butuhkan hari ini adalah politik keberpihakan. Pemerintah daerah harus berani menaruh anggaran pembangunan pada sektor budidaya, bukan hanya lewat proyek-proyek sporadis, tetapi dengan desain jangka panjang yang terstruktur,” tambahnya.
Asmar mengaku, roadmap 2025-2030 telah pihaknya siapkan dan akan diusulkan, menggarisbawahi pentingnya tahap demi tahap, mulai dari peningkatan SDM dan infrastruktur dasar, hingga adopsi teknologi serta ekspansi kawasan budidaya.
“Lebih dari sekadar menjawab kebutuhan pangan nasional, mengembangkan budidaya di Maluku Utara adalah soal membangun kemandirian ekonomi lokal. Di sinilah letak urgensi menjadikan budidaya bukan sekadar alternatif, melainkan panglima baru dalam sektor kelautan kita,” tutur Asmar.
Baginya, dukungan akademik seperti yang disampaikan Prof. Aris, harus bertemu dengan keberanian politik. Maka harapan besar kini terletak di tangan pemerintahan baru, apakah mau membalik arah kebijakan dari eksploitasi menjadi regenerasi.
“Jika iya, maka kita tidak hanya sedang menata ulang peta ekonomi kelautan. Kita sedang mengukir sejarah baru untuk Maluku Utara,” pungkasnya.