
Halmaheranesia – Warga lingkar tambang di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, menggelar aksi protes di kawasan pesisir Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, pada Kamis, 13 Februari 2025.
Aksi ini merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap Komisi XII DPR RI yang dalam agenda resesnya di Kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) pada 26 Desember 2024, dinilai tidak berpihak kepada masyarakat.

“Siang ini kita ada di sini karena memang kita memprotes anggota DPR RI yang turun beberapa bulan lalu. Kenapa? Karena mereka turun di sini (seharusnya) bukan cuma ketemu dengan IWIP, tapi paling tidak ketemu dengan masyarakat yang hari ini menjerit dengan adanya kehadiran PT IWIP, yang menurut kami itu sangat merugikan,” ujar Hernemus Takuling, warga Desa Lelilef Sawai, dalam orasinya.
Hernemus menilai, kunjungan ini lebih berfokus pada akumulasi modal negara dari industri pengolahan nikel PT IWIP, ketimbang memerhatikan kondisi warga yang terdampak. Bukannya menemui masyarakat terdampak, DPR justru lebih menyoroti kerusakan beberapa jembatan.
Ia juga menegaskan bahwa status Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diklaim pemerintah membawa kesejahteraan justru berbanding terbalik dengan realitas yang mereka hadapi. Perampasan lahan produktif menyebabkan hilangnya sumber pangan, kerusakan hutan berujung banjir berulang, serta pencemaran sungai, laut, dan udara yang memperburuk kesehatan warga.
“Jadi kami berharap apabila ada panja (panitia kerja) yang dibentuk Komisi XII DPR RI ke depan, masyarakat lingkar tambang dari Desa Lelilef Sawai, Lelilef Woebulan, Trans Kobe, Kobe Itepo, Gemaf, dan Sagea juga ikut diundang dalam rapat dengar pendapat. Itu yang menjadi harapan kami,” tambah Hernemus.
Senada dengan itu, Mardani Lagayelol, warga Desa Sagea sekaligus Juru Bicara Koalisi SaveSagea, menyoroti dampak tambang terhadap lingkungan. Ia menyebut bahwa aktivitas tambang telah mencemari sumber air minum warga akibat penggusuran hutan dan pembongkaran bukit untuk memasok ore nikel ke PT IWIP.
“Aktivitas tambang itu bikin sumber air minum kami tercemar. Oleh karena itu, kami dari Koalisi #SaveSagea mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menetapkan kawasan Karst Sagea sebagai area yang dilindungi,” katanya.
Ia menambahkan, bahwa PT Weda Bay Nickel (WBN), salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Pulau Halmahera yang memasok ore nikel ke PT IWIP, menjadi penyebab utama rusaknya Sungai Sagea.
Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menegaskan bahwa DPR RI dan pemerintah harus membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk melihat dampak buruk operasional PT IWIP.
Tujuannya adalah menelusuri rangkaian aktivitas perusahaan yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM.
Julfikar juga mendesak evaluasi menyeluruh terhadap status PSN dan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang diberikan oleh pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo kepada PT IWIP. Namun, ia pesimis bahwa DPR dan pemerintah berani mengambil langkah tersebut.
“Kami memandang DPR dan pemerintah tidak bernyali berhadapan dengan perusahaan pengolahan nikel terbesar di dunia ini. Apalagi harus keras dengan mencabut status PSN dan Obvitnas yang melekat pada PT IWIP,” pungkasnya.