
Halmaheranesia – Identitas dua orang yang disebut nelayan dalam insiden peristiwa kecelakaan atau ledakan speedboat RIB 04 milik Basarnas Ternate akhirnya terungkap.
Dalam peristiwa ini, awalnya pihak Basarnas Ternate mengaku, Udin dan Darwin adalah nelayan yang mengalami mati mesin di perairan Desa Gita, Tidore Kepulauan pada Minggu, 2 Februari 2025 sekira pukul 19.30 WIT.

Keduanya kemudian meminta pertolongan melalui kontak Basarnas, dan sekira jam 9 malam Tim SAR gabungan sebanyak 11 orang yang terdiri dari Basarnas, Polairud, dan seorang jurnalis Metro TV, Sahril Helmi, bertolak dari Pelabuhan Ahmad Yani Ternate menuju lokasi pencarian.
Operasi dilakukan malam itu juga, dengan alasan Basarnas sudah mengetahui titik lokasi dua orang tersebut. Sehingga harus segera memberi pertolongan. Dengan begitu, Basarnas mengklaim operasi yang dilakukan sudah sesuai Standard Operating Procedure (SOP).
Kasi Ops Basarnas Ternate, Syahran, yang juga menjadi korban kecelakaan mengaku, saat itu cuaca baik-baik saja sehingga mereka melakukan pertolongan terhadap Udin dan Darwin. Naasnya, sekitar 10 menit lagi sampai di titik lokasi, speedboat RIB 04 meledak. Dalam peristiwa itu, 3 orang meninggal dunia, 7 mengalami luka-luka, dan 1 jurnalis Sahril Helmi belum ditemukan hingga hari kelima pencarian saat ini.
2 Orang yang Ditolong Tidak Sedang Memancing
Pada Jumat, 7 Februari 2025, pihak Ditpolairud Polda Maluku Utara akhirnya membuat konferensi pers dengan menghadirkan dua orang yang disebut nelayan sebelumnya.
Ternyata, satu orang yang hendak dievakuasi malam itu adalah seorang polisi bernama AIPDA Sudarwin Hasrat atau Darwin, anggota Ditpolairud Polda Maluku Utara, dan Udin Rope, seorang nelayan dari Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate.
Sudarwin menjelaskan, bahwa dirinya bersama Udin bukan sedang melaut sebagai nelayan, melainkan menjalankan tugas SAR untuk membantu kapal penampung ikan miliknya yang hanyut di perairan Pulau Makian pada Jumat, 31 Januari 2025 lalu.
“Saya berangkat dari Ternate ke Pulau Makian sekitar pukul 16.00 WIT dan tiba malam hari. Namun, kapal tidak bisa segera digunakan karena alatnya rusak. Jadi kami menarik kapal ke Pulau Kayoa, tepatnya di Desa Bajo,” cerita Sudarwin.
Setelah kapal diperbaiki, mereka bersama seorang mekanik berangkat dari Kayoa menuju Ternate pada Minggu, 2 Februari 2025 pukul 11.00 WIT. Namun, dalam perjalanan, mendapat kabar bahwa ada kapal miliknya juga yang mengalami kerusakan di perairan Bacan dan membutuhkan mekanik.
“Kami berinisiatif menurunkan mekanik di Desa Gita agar (dia) bisa melanjutkan perjalanan ke Halmahera Selatan lewat darat, mengingat cuaca yang tidak mendukung,” jelasnya.
Lalu sekitar pukul 16.00 WIT, tersisa mereka berdua yang kembali bertolak dari Desa Gita menuju Ternate. Namun, dua jam kemudian, saat mendekati Pulau Moti, cuaca semakin memburuk dan mesin kapal tiba-tiba mati.
“Karena kondisi cuaca buruk, saya menghubungi SAR Polairud, yakni Briptu Ritno, tapi tidak ada respons. Lalu saya menghubungi Bripka Irwan, yang akhirnya bisa merespons. Tidak lama kemudian, Basarnas Ternate juga mengonfirmasi dan meminta lokasi kami,” kata Sudarwin.
Irwan kembali menelepon sekitar pukul 23.00 WIT, dan meminta mereka memberi kode cahaya menggunakan senter.
“Kami memberikan kode cahaya dan sempat melihat cahaya dari kejauhan. Namun, lima menit kemudian, saya kehilangan kabar. Tiba-tiba, Irwan menelepon lagi dan mengatakan bahwa mereka tidak bisa menolong karena juga mengalami musibah. Tapi kami tidak mendengar adanya ledakan,” tuturnya.
Karena tidak ada bantuan, Sudarwin meminta rekannya, Udin, untuk segera kembali memperbaiki mesin kapal yang rusak. Akhirnya, baru pada pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIT, mesin kapal kembali berfungsi, dan mereka melanjutkan perjalanan ke Ternate.
“Namun, tiba-tiba mesin rusak lagi dan kami hanyut hingga ke Pulau Moti. Baru pada siang hari kapal bisa kembali beroperasi, dan kami tiba di Ternate sore menjelang magrib,” pungkasnya.