Halmaheranesia – Pagi yang syahdu kala itu, pepohonan rindang membuat suasana begitu sejuk saat memasuki punggung Gunung Kie Matubu, Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Di sanalah, Om Gogo sapaan akrab Abdullah Muhammad, menggarap lahan untuk bertani.
Om Gogo tinggal di Gurabunga, sebuah kelurahan yang berada di ketinggian, tepatnya di punggung Gunung Kie Matubu. Di hutan Gurabunga, ia memanfaatkan sebuah lahan untuk bertani.
Kampung ini terdapat hamparan pepohonan cengkih dan pala. Aroma rempah tercium sangat menyengat. Itulah mengapa saat berbagi kisah ini, Om Gogo terlihat sambil menikmati Kopi Dabe, kopi khas Tidore yang diolah dari bahan rempah.
Ia bercerita, usai kuliah sempat bekerja serabutan, mulai dari menerima jasa mengecat rumah, kerja bangunan, hingga pernah menjalankan salah satu sanggar dan kerap tampil di beberapa daerah di Maluku Utara.
Namun itu tak berlangsung lama. Sejak akhir tahun 2017, ia akhirnya memutuskan untuk bertani bersama salah satu temannya.
Mereka menggarap lahan kecil, tepat di belakang sekolah dasar (SD) yang ada di Gurabunga. Hanya saja tak lama, setelah itu mereka berpindah ke kawasan hutan Gurabunga.
“Sejak awal bertani, saya kemudian menanam tomat, jadi setiap hari dari pagi hingga sore saya aktivitas merawat tanaman selama tiga bulan hingga menuju masa panen tiba,” kata Om Gogo, medio Oktober 2024, saat disambangi kru halmaheranesia.
Ia mengaku, tomat merupakan jenis tanaman yang mudah rusak dan diserang oleh hama penyakit, apalagi cuaca tidak bagus sehingga memerlukan perawatan yang ekstra.
Proses menanam tomat ini memerlukan waktu kurang lebih 2 hingga 3 bulan, itu pun tergantung dari jenis bibitnya.
Baginya cukup menantang merawat tanaman tomat, karena harus sejak pagi hari, lalu siang, sampai sore mesti intens diberi air dan pupuk.
“Selama empat kali panen tomat pernah meraup keuntungan total senilai Rp 14 juta, itu hasilnya dari empat kali panen. Alhamdulillah cukup untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan seperti bibit, pupuk, serta biaya lainnya,” tutur pria kelahiran 1993 ini.
Namun, omzet yang dicapai selalu bervariasi karena dipengaruhi oleh fluktuasi harga di pasar. Tetapi hal itu tak membuat semangatnya surut untuk terus bertani.
Setiap hari, Om Gogo selalu ada di rumah kebunnya. Seperti orang tua, ia tak berhenti untuk merawat tanaman-tanamannya.
Selain tomat, ia juga menanam cabai. Dua tanaman ini perlu ketekunan merawat hingga tiba masa panen.
“Meskipun dari hasil panen cabai tak seberapa, tetapi alhamdulillah mampu untuk menopang keperluan bertani dan kebutuhan sehari-hari,” tambahnya.
Di punggung gunung Tidore itulah, Om Gogo dapat terus menyambung ekonomi keluarga. Ia tentu sangat berharap, pemerintah daerah intens mengambil bagian meningkatkan sektor yang digelutinya.
“Jadi saya secara pribadi berharap agar pemerintah daerah mampu melihat secara dekat nasib masyarakat di sektor pertanian, sehingga mampu menjawab segala kebutuhan petani, termasuk penyediaan pasar di Kota Tidore Kepulauan,” pungkasnya.