
Halmaheranesia – Festival Pantai Lapasi (FPL) di Desa Lako Akelamo, Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat sukses digelar.
Salah satu acara di FPL 2024 bertajuk “Bacarita Kampung: Merawat Tanah Leluhur dan Pementasan Tarian Tradisional Togal” yang diselenggarakan pada Sabtu, 12 Oktober 2024 itu berhasil menarik perhatian.
Masyarakat lokal dan sejumlah pegiat seni dan budaya tampak hadir serta ingin mengenal lebih dalam tentang kekayaan warisan budaya dan tradisi yang terus dirawat dari generasi ke generasi di Maluku Utara.
Rinto Taib, S.Sos, M.Si, seorang pegiat kebudayaan yang didaulat menjadi narasumber utama dalam kegiatan ini mengungkapkan, kegiatan Bacarita Kampung adalah upaya nyata untuk menghidupkan kembali ingatan dan kesadaran kolektif tentang warisan budaya masyarakat yang terus terpelihara di tengah gempuran perkembangan zaman.
“Acara semacam ini merupakan momentum penting bagi generasi muda untuk memahami jati diri dan identitas mereka sebagai bagian dari pemilik kebudayaan di Maluku Utara yang kaya akan jejak kesejarahan dan warisan budaya serta tradisi yang agung,” ucap Rinto.
Ia menjelaskan, musik dan tarian togal sebagai produk kebudayaan Maluku Utara adalah sebuah identitas yang patut dirawat dan dikembangkan, jika tidak maka akan kehilangan jati diri dan identitas yang membuat bisa kehilangan arah di tengah arus modernisasi yang begitu gencar.
Rinto juga menyoroti, merawat budaya bukan hanya sekadar mempertahankan tarian atau musik tradisional, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara edukatif dan advokatif kepada generasi penerus untuk terus merawat dan melestarikannya.
“Dalam tarian togal, terdapat nilai-nilai kerja sama, solidaritas, kekeluargaan, dan penghormatan terhadap alam. Gerakan dalam tarian togal, misalnya, menggambarkan harmoni antara manusia dan alam, serta nilai-nilai dan spirit lokalitas yang perlu terus dijaga keberadaannya,” tuturnya.
Ia berharap, melalui kegiatan Bacarita Kampung ini, pemahaman akan potensi dan warisan nilai-nilai budaya kita menjadi semakin dijaga kelestariannya, dikembangkan serta memiliki kemanfaatan bagi masyarakat itu sendiri dan juga menjadi semakin mencintai serta menghargai tradisi yang ada.
Tidak hanya berbicara mengenai tradisi, Rinto juga menekankan pentingnya adaptasi budaya agar tetap relevan di era digital. Ia mengajak para pemuda dan komunitas untuk memanfaatkan teknologi sebagai sarana melestarikan budaya.
“Kita perlu menggunakan media digital untuk mendokumentasikan dan menyebarkan budaya kita. Generasi muda dapat membuat konten yang kreatif, seperti video atau foto tentang tarian dan cerita rakyat, agar semakin dikenal oleh masyarakat luas,” kata Rinto.
Hal ini, menurutnya, bisa menjadi salah satu strategi untuk menjadikan budaya lokal sebagai bagian dari identitas digital Indonesia.
Rinto menutup pemaparannya dengan pesan yang menggugah, bahwa upaya melestarikan budaya harus dimulai dari hal-hal kecil, seperti mengenal dan mencintai tarian dan cerita rakyat setempat.
Ia mengingatkan, masa depan budaya Maluku Utara ada di tangan generasi muda. Jika tidak memulainya sekarang, akan kehilangan jejak-jejak leluhur yang agung.
“Mari bersama-sama menjaga budaya ini, agar mahakarya para leluhur yang telah diwariskan kepada kita berupa musik dan tarian togal ini serta kebudayaan kita tidak hanya menjadi cerita masa lalu atau sebatas romantisme belaka, akan tetapi juga dapat kita kembangkan sebagai investasi yang bernilai bagi kelaangsungan hidup masyarakat kita,” pungkas Rinto.
Bacarita Kampung ini dipandu oleh Rahmat Abd Karim, Ketua Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Kabupaten Halmahera Barat.
Rahmat menyampaikan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga dan mempromosikan budaya lokal agar tidak dilupakan.
“Kita sebagai generasi muda memiliki tanggung jawab untuk mengenalkan budaya kita ke dunia luar. Tidak hanya lewat acara seperti ini, tapi juga melalui media sosial yang menjadi bagian dari keseharian kita,” ujar Rahmat.
Selain diskusi budaya, acara ini juga dimeriahkan oleh pementasan tarian togal yang dibawakan oleh kelompok Togal “Gam Ma Cahaya.”
Pementasan ini mampu menyampaikan keindahan dan keunikan gerak-gerik tradisional yang kental dengan nuansa Maluku Utara. Penampilan para penari dari “Sanggar Salendang Brawia” yang ditarikan oleh para penari asal Halmahera Barat turut memperkaya acara dengan gerakan yang ritmis dan penuh ekspresif tersebut.
Setiap gerakan tarian seolah menceritakan kisah leluhur yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan.
Dr. Thamrin Ali Ibrahim, M.Si selaku penyelenggara acara dan penerima bantuan fasilitas Pemajuan Kebudayaan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI Maluku Utara, menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas dukungan yang diberikan tersebut.
Thamrin menyebutkan, bantuan tersebut sangat membantu masyarakat peduli kebudayaan dan para pelestari budaya dalam merawat serta mengembangkan kebudayaan lokal sebagai entitas budaya nasional, termasuk melalui acara seperti Bacarita Kampung ini.
“Kami bersyukur atas bantuan fasilitas ini, yang memungkinkan kami untuk terus menghidupkan kembali spirit lokalitas dalam dimensi budaya lokal di tengah masyarakat. Melalui acara ini, kita tidak hanya melestarikan budaya, tapi juga memperkuat identitas kita sebagai orang Halmahera yang kaya akan kebudayaannya sekaligus memperkuat kebudayaan bangsa Indonesia tercinta,” ungkapnya.
Mantan Ketua DPD KNPI Maluku Utara ini juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam acara ini.
Ia menganggap bahwa antusiasme masyarakat yang hadir menunjukkan adanya kesadaran yang semakin besar tentang pentingnya merawat tradisi.
“Masyarakat kita sekarang sudah semakin sadar betapa pentingnya melestarikan budaya leluhur. Ini terlihat dari kehadiran mereka yang sangat mendukung acara ini. Kebersamaan seperti inilah yang kita butuhkan untuk memastikan bahwa budaya kita tetap hidup dan berkembang,” tambahnya.
Menurutnya, kehadiran masyarakat bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai pelaku yang turut serta dalam upaya pelestarian budaya. Dengan adanya acara seperti Bacarita Kampung ini, Thamrin berharap dapat menjadi contoh bagi kegiatan-kegiatan serupa di daerah lain di Maluku Utara.
“Harapan saya, semoga kegiatan ini bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk menggelar acara serupa. Dengan begitu, kita bisa saling belajar dan memperkaya kebudayaan yang kita miliki,” ujar Thamrin.
Ia menutup dengan pesan, bahwa budaya bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga warisan yang harus terus dijaga agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.