Lelaki Kalap

Dalam sebuah kata cinta yang telah mengartikan rindu
kutau bahwa jarak dan waktu hanyalah suatu permainan orkestra

dengan nyanyian-nyanyian kicauan burung yang merdu
sebagai pesan singkat di musim semi
kini mendetak dalam jantung kesunyian malam

pada hati yang gundah
aku ingin menulis puisi yang mengartikan kerinduan
sebuah kata yang lebih arif bila sedang ingin
menyusuri lorong-lorong sukmamu

walau telah membuat luka memar di tubuhku
aku bukanlah lelaki yang kalap dalam duka
atau menjelma dalam kisah seorang pemburuh wanita malam

(2024)

 

Yang Tinggal Dalam Perut Lalat

suatu sore di laman rumah
segerombolan lalat mengibaskan kedua sayapnya
terbang menyusuri dinding-dingding langit dengan sigap
membawa segenap rasa ditengah harapan yang pupus
lalu menghembus bau yang tak di kenal madu

kepada siapa aku bercerita?
tentang mereka yang ingin tinggal dalam perut lalat
tentang mereka yang ingin mengusir lalat-lalat tanpa kesedihan
bila sedang sibuk menghitung bintang-bintang di langit

aku ingin menciptakan badai
yang menjadikannya puing-puing dalam cakrawala
dan sisa-sisa sampah dan lubang-lubang kecil di tubuh
agar tak dapat menciptakan harapan sembuh
hingga melupakan sejarah

(2024)

 

Istana Langit

Bersama aksara-aksara Tuhan
dan awan-awan bergerak sangat cepat
bagai menembus istana langit
tak seorangpun menemukan cinta
bila ingin mengartikan gelap dan terang
hanya ada kesedihan dan kebahagiaan
yang menyebabkan langit runtuh
dan laut menjadi kering
ikan-ikan mati membawah petaka
aku takut mata air Ibu tumpah, mengalir di lantai istana langit
di antara selamat Magrib, selamat Isya, selamat Subuh,
selamat Zuhur dan selamat Asar.
Sedangkan aku menyaksikan kakiku menapaki atau,
menyusuri lorong-lorong sandiwara

(2024)

 

Sudut Ruang

Panggil Aku sudut ruang
Aku berasal dari ruang dan batas
tempat perjamuan orang-orang
Yang merindukan pulang atau ingin berteduh,
Mencintai kehangatan dan malam
untuk menyalin kenangan dalam diam

(2024)

 

Sepasang Kata-Kata

Lahirlah
sepasang kata-kata
yang datang saat gemuru langit dari matamu bercumbu
sebuah pesan singkat telah kau tulis dengan rapat

dari kata-kata yang berbaris di batu-batu bersar
pohon-pohon beringin
atau pada kertas-kertas putih yang kau tanggal

Aku meratap, menerjemahkan dengan segala kasih
bahwa sepasang kata-kata lebih arif
untuk menyampaikannya kepada mawar merah
bahwa segalah yang kau beri adalah cinta

bahwa seluruh kata-kata telah membuat gelombang besar
dengan perlahan membanjiri daratan jiwa
atau saat laut menjadi pasang

kekasih,
kini gelombang-gelombang jiwa
segalahnya meluruhkan kedalam cakrawalaku
atau terus berula walau sementara atau mungkin bila sekedar

(2024)

Bagikan:

M. Wahib Sahie

Lahir di Desa Bere-Bere, 14 Juli, Morotai Utara, Pulau Morotai, Maluku Utara. Menetap di Kota Ternate. Bukan penulis apalagi penyair. Hanya sesekali atau gemar menulis di media cetak (malut Post), media online (cermat.com dan halmaheranesia.com), cerpen dan puisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *