Editorial halmaheranesia – Pilgub Maluku Utara tahun 2024 mulai menunjukan eskalasi politik yang menarik, setelah empat bakal pasangan calon (bapaslon) resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara, sejak 27-29 Agustus 2024.

Nama-nama ini bukan wajah baru di pentas politik Maluku Utara. Nama-nama seperti Husain Alting Sjah, Asrul Rasyid Ichsan, Benny Laos, Muhammad Kasuba, Basri Salama, Aliong Mus, dan Sahril Tahir sudah pernah merasakan kontestasi pemilihan kepala daerah dan legislatif.

Hanya Sarbin Sehe yang dapat dikatakan mulai mengisi panggung politik tahun ini, setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara.

Husain Alting pernah menjadi anggota DPD RI mewakili Provinsi Maluku Utara, Asrul Rasyid Ichsan pernah menjadi anggota DPRD Kota Ternate, Benny Laos pernah menjadi Bupati Pulau Morotai, Basri Salama pernah menjadi anggota DPD RI mewakili Provinsi Maluku Utara, Sahril Tahir pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, dan Aliong Mus pernah menjadi Bupati Pulau Taliabu.

Pada Pilgub Maluku Utara kali ini, bakal pasangan calon Husain Alting Sjah dan Asrul Rasyid Ichsan diusung oleh PDIP, Partai Ummat, dan PKN.

Benny Laos dan Sarbin Sehe diusung oleh NasDem, Demokrat, PKB, PAN, PSI, PPP, Partai Gelora, dan Partai Buruh.

Muhammad Kasuba dan Basri Salama diusung oleh PKS dan Hanura.

Sementara Aliong Mus dan Sahril Tahir diusung oleh Golkar, Gerindra, PBB, Partai Garuda, dan Perindo.

Publik Maluku Utara tentu sudah mulai menafsirkan, entah karena berdasarkan partai pengusung, kedekatakan kultural, hubungan keluarga, pertemanan, atau rekam jejak mereka selama ini, atau barangkali ada juga yang belum berani menafsirkan dan menentukan keberpihakannya.

Tapi, memilih pemimpin Maluku Utara berikutnya tentu tak boleh asal-asalan. Jangan karena politik uang serta isu suku dan agama, lalu kita begitu mudah terseret dalam kubangan pragmatisme.

Pemimpin adalah soal masa depan daerah dan generasi. Kita tak boleh lagi menjadi korban dari laku kepemimpinan yang koruptif dan mementingkan kolega semata.

Publik Maluku Utara harus mulai menyadari, ini saatnya mempertaruhkan pilihan untuk wajah Maluku Utara di tahun-tahun selanjutnya.

Kendati begitu, di tengah pembelahan yang nyata akibat dari pilihan-pilihan yang berbeda, kita tak boleh menjadi bagian yang memperkeruh, atau ikut menghancurkan ketenangan berdemokrasi. Tak boleh. (*)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *