Ternate, HN – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi persoalan tindakan oknum anggota polisi di Polda Maluku Utara yang diduga menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik di Pengadilan Negeri Ternate, pada Kamis, 26 Juli 2024.

“Kebetulan hari ini, Tim Kompolnas berada di Ternate bersama Human Rights Working Group (HRWG), untuk melakukan sosialisasi kertas posisi (policy paper) kepada pimpinan dan anggota kepolisian, tentang Perlindungan Hukum untuk Jurnalis dan Kebebasan Pers dari Kekerasan,” ucap Poengky Indarti, Komisioner Kompolnas, Jumat, 26 Juli 2024.

“Kami langsung menanyakan kepada Kabid Humas Polda Maluku Utara mengenai keluhan media terkait dugaan kekerasan berlebihan oleh anggota Polri saat sidang AGK di PN Ternate, yang menghadirkan saksi EB,” sambungnya.

Poengky menyebutkan, tindakan kekerasan berlebihan yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian, mencakup penghalangan jurnalis dalam mengambil gambar EB setelah memberikan keterangan di sidang AGK, perampasan ponsel salah satu jurnalis, serta dugaan bahwa saksi EB sempat menyiramkan air ke salah satu jurnalis.

“Kompolnas telah mendapatkan konfirmasi dari Kabid Humas Polda Maluku Utara bahwa Polda telah memanggil dan memeriksa anggota kepolisian, yang diduga menghalangi kerja jurnalis saat meliput sidang AGK dengan saksi EB. Polda Maluku Utara akan menindaklanjuti kasus ini dengan proses etik,” katanya.

Selain itu, Kompolnas juga mendorong agar EB, yang merupakan Ibu Bhayangkari, dan suaminya yang merupakan anggota Polri, untuk ikut diperiksa.

“Jadi, selain mengusut dugaan kekerasan terhadap jurnalis, kami juga menyoroti dugaan keterlibatan saksi EB dalam kasus AGK. Kompolnas berharap tindakan tegas dari Polda Maluku Utara dapat memberikan efek jera sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” jelasnya.

Diketahui sebelumnya, sejumlah oknum polisi di Polda Maluku Utara diduga dengan sengaja ditugaskan melindungi Eliya Bachmid yang juga adalah istri Wadir Polairud saat menjalani sidang terkait kasus mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).

Namun, saat keluar dari ruang persidangan, kedua saksi itu dikawal oleh sejumlah pria yang terdapat anggota Ditpolairud Polda Maluku Utara berpakaian preman.

Mirisnya, ada oknum polisi yang mencoba merampas handphone milik jurnalis yang tengah mendokumentasikan saksi, hingga handphone terjatuh. Bahkan, Eliya juga bersikap arogan dan menyiram air ke arah para jurnalis.

Atas tindakan tak terpuji itu, Eliya dan pengawalnya dilaporkan ke Polda Maluku Utara oleh Komunitas Jurnalis Liputan Hukum dan Kriminal.

Ketua Komunitas Jurnalis Liputan Hukum dan Kriminal Malut, Yasim Mujair kepada awak media menegaskan, perbuatan para oknum Polairud sangat disayangkan, apalagi pers adalah mitra polisi.

“Kejadian ini, kami meminta Kapolda Maluku Utara segera mencopot Wadir Polairud, yang diduga sengaja memerintahkan anak buahnya untuk menghalangi wartawan di lokasi persidangan,” ujarnya.

Masalah kekerasan Jurnalis ini juga mendapat respons dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Ikram Salim.

Menurut dia, tindakan para petugas keamanan dan pejabat Indonesia dengan mengusir serta dugaan mengintimidasi secara verbal merupakan tindakan merusak citra demokrasi Indonesia, khususnya pada perlindungan dan jaminan ruang aman untuk jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Bahkan, lanjut dia tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Pers Pasal 18 ayat (1). Dimana setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

“AJI Mengecam tindakan intimidasi dan penghalang-halangan kerja jurnalistik berupa tidak memberikan akses untuk meliput atau mewawancarai narasumber kasus korupsi anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat,” sebutnya.

Selain itu, ia mendorong semua pihak menghormati dan memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Jurnalis, kata Ikram, memiliki hak dan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal sedang menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum itu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

“AJI juga mendesak semua pihak termasuk pemerintah berhenti menghalang-halangi dan membatasi pertanyaan jurnalis yang berujung menghambat hak publik untuk mendapat informasi terutama kasus korupsi yang terjadi di Maluku Utara,” jelasnya.

“AJI mendesak Kapolda Malut mengambil langkah hukum memproses semua anggota polisi yang terlibat dalam upaya menghalangi jurnalis saat meliput di PN Ternate,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *