![](https://www.halmaheranesia.com/wp-content/uploads/2025/01/IMG-20250112-WA0004-600x450.jpg)
Halteng, HN – Forum Studi Halmahera (FOSHAL) menilai banjir bandang yang terjadi di Halmahera Tengah, Maluku Utara, selama tiga hari berturut-turut merupakan bencana ekologis yang harus menjadi tanggung jawab pemerintah dan korporasi nikel.
“Mengalamatkan hujan sebagai biang kerok dari peristiwa banjir berulang ini adalah tuduhan yang keliru, juga menyesatkan. Ini seolah-olah mengaburkan fakta, siapa sesungguhnya dalang yang harus dikejar untuk dimintai pertanggungjawaban,” ucap Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye FOSHAL Julfikar Sangaji, melalui siaran persnya, Senin, 22 Juli 2024.
Ia mengatakan, di balik desa-desa yang dihajar air bah itu sebenarnya ada operasi penambangan nikel yang secara masif memporak-porandakan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun kawasan esensial lainnya.
“Ada PT Tekindo Energi dan PT Weda Bay Nickel. Kedua perusahaan nikel itu terus menggusur hutan, membongkar bukit-bukit, serta mengeruk tanah lalu diangkut ke Kawasan Industri Weda Bay Nickel, PT IWIP untuk diolah. Aktivitas itu sepenuhnya menghancurkan sistem alami pengaturan air,” ungkapnya.
Karena itu, kata Julfikar, air dengan gampang mengalir ke dataran rendah bersamaan dengan material lumpur tanah yang dibawa menuju badan sungai. Mengakibatkan sungai mengalami pendangkalan karena erosi.
“Pendangkalan badan sungai buntut pada penurunan daya tampung serta intensitas alir air, membuat air sering meluap keluar hingga menerjang pemukiman,” paparnya.
Banjir ini terjadi sejak Sabtu malam, 20 Juli 2024 hingga Senin, 22 Juli 2024 pun masih tampak tergenang di mana-mana.
“Banjir ini tak hanya merendam rumah warga dan indekos, namun juga telah mengakibatkan kendaraan-kendaraan ikut terseret arus, bahkan tenggelam. Lahan pertanian juga turut rusak, serta mencemari wilayah pesisir dan laut,” pungkas Julfikar.