Ternate, HN – Warga Kota Ternate, Maluku Utara, sedang merayakan momen malam Lailatul Qadar yang dipercayakan jatuh pada malam ke-27 Ramadan. Perayaan ini dipusatkan di Kedaton Kesultanan Ternate, Sabtu, 6 April 2024.
Perayaan ‘malam seribu bulan’ ini juga digelar sepanjang kampung di Kota Ternate. Setiap di depan rumah selalu dipasangkan obor atau pelita. Perayaan menyalakan obor Ela-Ela sebenarnya juga turut dirayakan di semua wilayah di Maluku Utara.
Sultan Ternate Hidayatullah Mudaffar Syah, bersama Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman, menyalakan obor induk malam Lailatul Qadar di Kedaton Kesultanan Ternate.
Sebelum obor dinyalakan, salah satu perangkat adat berkesempatan memimpin doa bersama. Agenda ini juga dirangkaikan dengan perayaan adat Kabasaran Uci yang sudah turun-temurun selalu digelar. Adat ini sang sultan akan ditandu menuju masjid.
Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman mengatakan, Festival Ela-Ela ini sudah menjadi bagian dari tradisi yang melembaga sejak dulu. Sehingga setiap tahun pemerintah selalu bersama pihak kesultanan merayakannya.
“Ini tradisi yang bagus dan baik untuk kita lestarikan terutama di bulan suci Ramadan,” kata Tauhid.
Menurut dia, dengan tradisi ini tentu akan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk melaksanakan wisata religi di Kota Ternate. Selain kesultanan, pada malam Lailatul Qadar ini sejumlah kelurahan dan lokasi di Ternate pun merayakan Festival Ela-Ela.
Sejumlah kelurahan dan lokasi itu di antaranya Kelurahan Dufa-dufa, Toboko, Kalumata, Sango, Bastiong Karance, Soa, Tobenga, Sabia, Toloko Oskar, Kelurahan Bula, dan lainnya.
“Alhamdulillah ini sudah menjadi tradisi kerena sudah menjadi bagian babari (gotong royong) masyarakat untuk menyalakan obor,” ujarnya.
Sementara Sultan Ternate, Hidayatullah Sjah melalui Fanyira Kadato kesultanan Ternate, M Rizal Effendi menyebutkan pada malam 27 ramadan, pihak kesultanan selalu melaksanakan perayaan bakar lampu Ela-ela.
“Tadi Jo Kolano (Sultan) bersama Pak Wali Kota sudah bakar Ela-Ela induk di depan Kadaton Kesultanan Ternate,” katanya.
Effendi mengaku, setelah pembakaran obor, Jo Kolano kembali ke dalam kadaton untuk persiapan salat. Sultan bersama pasukan Kabasaran Ici kemudian menuju masjid kesultanan.
“Jadi tradisi ini tidak ada perbedaan, sudah dilakukan dari tahun ke tahun,” jelasnya.
Effendi juga menjelaskan, dengan tradisi Kabasaran Ici ini, Jo Kolano akan ditandu pasukan doi-doi, kemudian masyarakat Kelurahan Tabanga yang beragama non muslim akan mengawal Sultan dari belakang dan diikuti masyarakat adat menuju masjid.
Termasuk Bobato Kadaton juga ikut mengawal sambil diiringi musik cikamomo dan pengawal yang memegang benda pusaka di kesultanan.
“Jadi semua tradisi itu sama, tidak ada perbedaan dan ini tradisi sudah turun-temurun sejak lama,” pungkasnya.