Sofifi, HN – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) Maluku Utara mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar secepatnya memeriksa Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terkait dugaan korupsi pada izin tambang.

“KPK secepatnya menindaklanjuti laporan JATAM dengan memeriksa dugaan korupsi Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berkaitan dengan pencabutan dan menghidupkan izin perusahaan tambang,” tegas Presiden Mahasiswa Unibrah, Amirudin A. Muhammad, melalui siaran persnya, Kamis, 28 Maret 2024.

Amirudin menyebutkan, Menteri Investasi Bahlil, sebagaimana mengacu pada laporan JATAM bahwa pencabutan ribuan izin tambang tak lain merupakan bagian dari upaya konsolidasi perusahaan tambang dan percepatan pengerukan komoditas tambang.

Alih-alih didasari penyelamatan lingkungan, perlindungan hak warga dan evaluasi atas carut marut proses perizinan tambang, pencabutan izin ini jelas dalam rangka untuk mempercepat pengerukan di tapak-tapak tambang, termasuk di Maluku Utara.

“Ditambah lagi ada jaminan proses perizinan yang lebih singkat dan mudah untuk perusahaan yang mau masuk ke konsesi yang sudah dicabut itu,” ujarnya.

Menurut Mahasiswa Ilmu Pemerintahan itu, ketika terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi hal itu sesungguhnya menyalahi prosedur substansi dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

“Lantas Menteri Bahlil yang diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain,” sebutnya.

Ia mengatakan, langkah Presiden Jokowi yang memberikan wewenang besar hingga kemudian Bahlil punya kuasa untuk mencabut ribuan izin tambang itu, sesungguhnya penuh dengan dugaan koruptif. Indikasi korupsi itu diperkuat dengan dugaan Menteri Bahlil yang mematok tarif atau fee kepada sejumlah perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan.

“Adapun delik aduan berdasarkan laporan JATAM dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Menteri Bahlil itu, antara lain delik gratifikasi, suap-menyuap, dan pemerasan. Tipologi delik suap dan pemerasan akan terjadi, jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak,” jelasnya.

Sedangkan delik gratifikasi, kata dia, adalah pemberian yang tidak memiliki unsur janji, tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan. Ketiga delik ini, termasuk setelah mempelajari langkah dan kebijakan Menteri Bahlil kuat dugaan telah terpenuhi.

“BEM berharap KPK agar bekerja dengan cepat pascapelaporan laporan JATAM yang sudah dimasukan pada Selasa, 19 Maret 2024 ini guna menyambungkan fakta-fakta yang sudah terungkap ke publik sehingga kita dapat melihat gambar utuh dari puzzle-puzzle tersebut,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *