Ternate, HN – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi dalam sidang terdakwa suap dan gratifikasi terhadap Gubernur Nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK) dengan terdakwa Stevi Thomas, Senin, 25 Maret 2024.
Stevi merupakan manajer eksternal salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Malut. Empat saksi yang dihadirkan tak lain adalah rekan kerja Stevi.
Empat saksi itu adalah Mufti Sodik selaku Manajer Teknis Kehutanan dan Compliance, Tus Febrianto selaku mantan Manajer Kawasan Industri, Hotbataham Mordikhai selaku General Manager, dan Rifan Kurniawan Le selaku Head Of HRGA.
“Tugas saya menyiapkan dokumen administrasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH),” ungkap Mufti dalam sidang.
Ia mengatakan, untuk mendapatkan pertimbangan teknis dan rekomendasi pihaknya mengajukan permohonan ke Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam hal ini Gubernur. Ia mengaku, dirinya adalah orang di balik pembuatan konsep. Setelah itu konsep tersebut dikirim ke pimpinan, selanjutnya pimpinan menyampaikan untuk berkoordinasi dengan Stevi.
“Hubungan Pak Stevi dan Gubernur saya tidak tahu,” sambungnya.
Menurut Mufti, pihaknya pernah menyumbangkan uang sebesar Rp 20 juta melalui rekening panitia karena ada proposal kegiatan Hari Bhakti Rimbawan yang telah disampaikan.
“Kemudian juga ada arahan dari Pak Stevi. Itu diambil dari perusahaan,” terangnya.
Dalam pengajuan IPPKH, kendala yang dihadapi, sambung Mufti, hanyalah kekurangan atau perbedaan sumber peta, sebab itu sebagai syarat pertimbangan untuk menjadi rekomendasi.
“Tidak ada kendala izin yang bertentangan dengan hukum. Semua harus dilengkapi sesuai peraturan,” jelasnya.
Sedangkan untuk pertemuan atau koordinasi dengan Pemda Malut, kata dia, sesuai arahan dari pimpinan semua melalui Stevi.
Sementara Tus dalam keterangannya mengaku tidak mengetahui terkait permasalahan terkait IPPKH lantaran telah resign. Selain itu, sewaktu masih kerja juga tidak mengetahui soal perubahan jalan.
“Sedangkan untuk komunikasi dengan Pak Yerri (eks kabid di Dinas PUPR Malut) itu mengenai tata ruang, karena di sana Proyek Strategi Nasional (PSN) di mana salah satu syarat yakni tata ruang. Saya hanya mengurus izin kawasan industri. Tapi setelah itu dalam proses resign saya limpahkan ke tim yang menggantikan saya. Kita tidak punya kepentingan revisi RTRW,” cetusnya.
Ia menambahkan, Kawasan Industri harus disesuaikan dengan RTRW di daerah.
“Itu ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23. Ini menjadi dasar untuk perubahan RTRW sesuai PSN (Proyek Strategi Nasional),” imbuhnya.
Di sisi lain, Hotbataham menjelaskan, pengurusan IPPKH ada di pusat. Pemda hanya memberikan rekomendasi.
“Saya baru bergabung tahun 2023 itu sudah selesai semua,” ucapnya.
Ia menjelaskan, pertemuan yang diinisiasi dengan pemprov hanya untuk mengonfirmasi data dengan pemprov. Dalam pertemuan itu sudah ada persamaan dan tidak ada hambatan-hambatan.
“Saya tidak mengetahui jelas terkait pembangunan jembatan,” tuturnya.
Sementara pertemuan dengan Daud Ismail (eks Kadis PUPR) dan Yerri di Jakarta, akunya, hanya kebetulan karena mereka sedang ada kegiatan.
“Kemudian Pak Yerri mengundang kita untuk bertemu. Kalau mereka tidak di Jakarta kita akan datang ke Ternate. Tapi karena Pak Daud dan Yerri membawa tim jadi kita langsung bertemu di Jakarta,” tambahnya.
Sedangkan Rifan mengungkapkan, sekitar tahun 2021 Stevi memintanya mencetak surat namun isi surat tidak begitu diingatnya.
“Usai print saya langsung taruh di meja,” tandasnya.