Bayang-Bayang Siang dan Malam

(I)
di suatu penelantara
bayang-bayang siang dan malam
segala macam serupa
menampaki batas jalan raya kota
setiap hari minggu saat fajar menyingsing
menghias tumpukan sampah-sampah
yang berserakan itu,
mereka saling mengintai lewat lubang-lubang kecil
sama-sama beranjak
berkejaran
sebelum hujan
atau sesudah hujan
melewati tikungan jalan pulang

(II)

kau datang
dari tempat sunyi dan gelap
bersama suara-suara parau
dengan siapa?
ingin merubahku dari kemalangan
atau menjadi petuahku
sedangkan kau tak terperdaya
tergeletak begitu saja,
omong kosong tapi nyaring
dan sia-sia

(III)

lalu kepada batas kau tulis sajakmu?
tentang kebahagiaan dan kesedihan
sedangkan aku menyaksikan
sepasang matamu di langit-langit biru,
dan dinding-dinding rumahmu
setiap hari minggu
serupa pameran politik
sebagaimana hari-hari sebelum itu
mereka bertikai dengan lincah dan bersorak

(2023)

 

Belum Lama Berkenalan

belum lama berkenalan
teman, saudara, tetangga,
kerabat dan kekasih
belum lama berkenalan sudah
saling cinta dan komitmen
belum lama berkenalan di bilang
cerdas, kritis, mendidik, jelek,
buruk, baik dan tidak baik
belum lama berkenalan di ajak
berjuang, saling menghormati,
bersuka-cita, tolong menolong,
dan memperdayakan.
belum lama berkenalan
aku menyaksikan mereka
saling sikut dan curiga.

(2023)

 

Setelah di Ruang Tamu

mata-mata itu,
mulailah bertikai
disela-sela sunyi dan harapan
lalu sebagian sudah dekat pada yang tiba
ada goresan luka dalam sukmamu
aku menyaksikan
luka itu,
menyayat berkali-kali
dan juga tubuhmu menjelmah
burung-burung gagak hitam
yang beterbangan terus beterbangan
menerkam sisa-sisa
tubuhku di atas batu nisan
dengan bengis dan gembira
yang kian busuk menyengat
tergerus angin
sementara kebencian dalam sukmaku
belum sirna

(2023)

 

Hujan dan Kenangan

hujan di matamu
aku di hatimu
batas adalah kenangan
melebur dalam cakrawalaku

(2023)

 

Betapa Tidak

laut dan hutan kita,
setengah biru lalu keruh
dan pohon-pohon yang lebat di kepalamu
terhitung satu dua
kian telah meruak ke mana-mana
dibawa angin kencang

langit mendung
dan matamu yang gusar

betapa tidak
cerminan wajah-wajah itu,
kusam dan gelap
aku tersenyum dalam sunyi
diantara bunyi
sajak dan puisi
kau meriang dan gembira

(2023)

 

Aku Nelayan Bisu

sedih dan menganga
takut laut keruh
tinggal sampah-sampah mengapung
sisa-sisa limbah
dan batu-batu karang,
yang terancam
oleh tangan-tanganmu

aku nelayan bisu
mengaduh di atas perahu-perahu kecilku
ingin bersama laut dan ikan
berlindung dari tipuanmu
yang curang dan bengis

karena matamu laut
perutku ikan

aku nelayan bisu
asal dari pulau-pulau kecil
seorang anak halmahera
yang lahir lewat cerita-cerita,
berkisah antara laut dan ikan
tapi aku sedih dan menganga
melihat ikan-ikan mati
dari laut yang keruh

(2023)

Bagikan:

M. Wahib Sahie

Lahir di Desa Bere-Bere, 14 Juli, Morotai Utara, Pulau Morotai, Maluku Utara. Menetap di Kota Ternate. Bukan penulis apalagi penyair. Hanya sesekali atau gemar menulis di media cetak (malut Post), media online (cermat.com dan halmaheranesia.com), cerpen dan puisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *