
Jogja, HN – Buku antologi puisi berjudul Munira karangan Wahyuddin D. Gafur atau WDGafoer yang diterbitkan oleh Penerbit Jejak Pustaka disambut beberapa komunitas dalam acara launching yang diselengarakan di Theoterapi, salah satu book shoop di Yogyakarta, Sabtu, 20 Januari 2024.
Acara berlangsung khidmat, diawali oleh beberapa pementasan puisi hingga ditutup dengan agenda utama, yakni bedah buku.

Buku Munira sendiri adalah buku puisi pertama WDGafoer. Sehimpun puisi yang mengandung pesan hidup dengan mengangkat tema-tema lokal, cinta, dan kebudayaan.
Dalam acara ini, beberapa puisi dibacakan secara bergantian oleh perwakilan komunitas dengan diiringi instrumen yang mengalir lewat gesekan biola.
Acara yang bertajuk “Labirin Munira di Belantara Halmahera” tersebut berlangsung sederhana, santai, dan khidmat.
Salah satu puisi berjudul “Munira”, yang oleh penulis digunakan sebagai judul buku tersebut, dibacakan oleh seorang penyair bernama Rabiatul Adawiah dari komunitas simpul sastra Kabata Yogyakarta.
Puisi tersebut menggambarkan siapa sosok Munira melalui suatu perjalanan imajiner dari Halmahera, Laut Pasifik, hingga di beranda Ternate. Diksi-diksi dalam istilah-istilah lokal terdengar lantang dengan nada sendu mewarnai suasana diskusi.
Setelah itu, acara kemudian dilajutkan ke sesi bedah isi buku. Pembedah yang mengulas isi buku adalah Muhammad Idra Faudu dan Hamdani Rais.
Keduanya merupakan orang yang menggemari sastra. Idra adalah salah satu penulis dalam kumpulan puisi dalam buku “Tanah Potong Pusa”, sementara Hamdani merupakan mahasiswa pascasarjana Ilmu Antropologi UGM. Sesi tersebut dimoderatori oleh Olis Djilfikar.
Sesi bedah buku berlangsung dialogis. Interaksi terjalin baik di antara kedua pembedah maupun audiens.
“Menariknya, titik tolak diskusi tersebut tidak sekadar membincangkan Munira sebagai buku puisi, tetapi pandangan tentang budaya, tradisi, gender, dan bahkan isu-isu ekologi juga turut mewarnai jalannya diskusi,” kata Olis, dalam siaran persnya.
Hal itu juga disinggung dalam pengantar buku tersebut yang diulas seorang Gufran Ali Ibrahim. Analisis juga perspektif antropolinguistik dari sosok Gufran Ali Ibrahim, memantik kedalaman makna puisi-puisi WDGafoer dalam buku puisi Munira.
Dalam penyampaiannya untuk menutup diskusi, penyair kelahiran Ternate itu berharap karya pertamanya akan memotivasi, baik dirinya sendiri dan siapa pun yang masih terus konsisten menulis dan menghasilkan karya.
“Semoga karya ini dapat memberi konstribusi untuk perkembangan kesusastraan di Maluku Utara,” pungkas WDGafoer.