TULISAN ini lahir karena saya membaca opini dari salah satu calon DPRD daerah pemilihan (dapil) 2 Ternate Selatan, Yahya Alhaddad, di laman halmaheranesia.com, pada Senin, 1 Januari 2024.

Di opininya itu, Yahya menguraikan beberapa pemikirannya yang berkaitan dengan pemilihan 2024 mendatang. Satu hal yang menarik bagi saya, Yahya mencoba untuk mengkritik para politisi yang berkampanye dengan menggunakan spanduk.

Baca artikel terkait: 2024: Sampah, Baliho dan Caleg

Seperti yang kita ketahui bersama, masalah sampah cukup meresahkan bagi masyarakat Kota Ternate dan belum bisa ditangani oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate saat ini. Sebagaimana data yang diterbitkan media haliyora.id pada September 2023 lalu, masyarakat Kota Ternate memproduksi sampah sebanyak 180-200 ton per hari.

Di sisi yang lain, spanduk-spanduk kampanye dari para calon wakil rakyat yang terpasang di hampir semua sisi ruas jalan jelas menambah sumbangan sampah yang cukup banyak.

Jika ditinjau dari sisi ekologi/lingkungan, spanduk juga menyumbang terjadinya efek rumah kaca (pemanasan global) yang itu menjadi masalah internasional, sebagaimana data yang dirilis oleh forstdihest.com, bahwasanya spanduk dengan ukuran 1×1 meter menghasilkan emisi karbon (CO2) satu kilogram.

Selain itu, proses pembuatan baliho juga menghasilkan hidrofluorokarbon (HFCs) atau metana. Apalagi spanduk-spanduk yang terpasang kebanyakan tidak kurang dari 1×1 m, berapa CO2 yang dihasilkan oleh mereka yang katanya peduli terhadap kemaslahatan rakyat? Bersembunyi di balik kalimat cinta rakyat, tapi sebenarnya membunuh.

Karena begitu banyak hal negatif dari spanduk, maka ada beberapa kota besar mengeluarkan aturan kota bersih papan iklan (spanduk, billboard, dan poster) seperti di Sao Paulo, Brazil telah diberlakukan sejak 2006 dengan sebutan ‘Clean City Law’. Dan ada beberapa kota di Amerika Serikat yang juga melakukan hal yang sama yaitu di Vermont, Alaska, Hawaii, dan Maine (sumber: Tempo.co).

Spanduk menghilangkan keindahan kota

Saat ini, di sisi jalan tak ubahnya sebuah layar televisi (Tv) kemudian mereka (para politisi) berebut ruang untuk menampilkan wajah mereka agar terlihat jelas oleh masyarakat, dengan kalimat-kalimat pendek (tagline) dan ada juga menampilkan visi-misi yang belum tentu merepresentasikan sekaligus dapat dipertanggungjawabkan kandidat tersebut dan sudah tentu cukup mengganggu keindahan kota.

Jelas bahwa pemasangan spanduk kampanye tidak melanggar aturan sebagaimana telah diatur dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang kampanye pemilihan umum.

Akan tetapi hal ini jika terus dibiarkan maka dampaknya cukup fatal (ekologi mau pun estetika). Apa salahnya jika kampanye kota bebas spanduk ini harus disemarakkan. Masih ada cara lain yang bisa dijadikan alat berkampanye dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi (media sosial).

Kampanye (komunikasi) pada dasarnya untuk bagaimana memperkenalkan kemudian mengubah pandangan orang terhadap suatu objek, dengan tujuan mengubah sikap orang tersebut. Sebagaimana Everret M. Rogers dalam Changara (2012) komunikasi merupakan suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Untuk itu, banyak cara yang lebih modern untuk berkampanye tak hanya dengan cara-cara lama (menggunakan spanduk) yang jelas berdampak buruk terhadap lingkungan agar beralih model kampanye dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ramah terhadap lingkungan.

Dan Yahya berani memilih jalannya sendiri dengan tidak berkampanye menggunakan spanduk yang jelas memiliki alasan secara akademis, dan keluar dari barisan para politisi yang yang masih menggunakan gaya lama di era modern saat ini.

Selain itu, saya sependapat dengan yang diungkapkan Yahya pada paragraf kedua di tulisannya tersebut, bahwa kita harus memilih wakil kita yang jelas secara gagasan dan jejaknya, hemat saya lihat dari apa yang sudah dilakukan bukan baru direncanakan yang masih dalam bentuk khayalan (belum tentu dapat diimplentasikan).

Sekian!

Penulis: Isman Baharuddin | Alumni Ilmu Komunikasi UMMU, Ternate

Bagikan:

Isman Baharuddin

Alumni Ilmu Komunikasi UMMU, Ternate

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *