Ternate, HN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya secara resmi mengumumkan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), dan enam orang lainnya dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 20 Desember 2023.
Dalam konferensi pers itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan dalam penangkapan pada Senin, 18 Desember 2023 tersebut dilakukan berdasarkan informasi masyarakat atas adanya dugaan korupsi penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pelaksanaan proyek di Maluku Utara.
“Tim KPK memperoleh informasi penyerahan sejumlah uang melalui transfer rekening bank atau rekening penampungan dari RI sebagai salah satu orang kepercayaan AGK,” jelasnya.
Dari informasi tersebut, kata dia, KPK bergerak melakukan penangkapan di salah satu hotel di Jakarta dan tempat makan pribadi Gubernur di Ternate, Maluku Utara.
“Diamankan sejumlah uang tunai bernilai Rp 725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan sejumlah Rp 2,2 miliar,” jelasnya.
Selanjutnya, barang bukti dan pihak yang ditetapkan tersangka langsung dibawa ke Gedung KPK untuk dimintai keterangan lebih lanjut atas dugaan tindak pidana korupsi. KPK juga melakukan verifikasi dan pengumpulan data serta pemeriksaan para saksi.
“Hari ini KPK umumkan tersangka dan menetapkan untuk dilakukan penahanan,” ujarnya.
KPK memang telah resmi menetapkan tujuh orang tersangka, di antaranya Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, Kepala Dinas PUPR Malut Daud Ismail (DI), Kepala Dinas Perkim Malut Adnan Hasanudin (AH), Kepala BPBJ Malut Ridwan Arsan (RA), dan ajudan AGK, Ramadhan Ibrahim (RI), serta Khristian Wuisan (KW), dan Stevi Thomas (ST) dari pihak swasta.
Ia menjelaskan, Maluku Utara telah mendapat prioritas untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Dalam hal ini, AGK telah menentukan siapa saja kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek barang dan jasa, AGK lalu memerintahkan AH, DI dan RA untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Maluku Utara, dimana pagu proyek jalan jembatan di Maluku Utara mencapai lebih dari Rp 500 miliar,” jabar Alexander.
Proyek-proyek tersebut di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Ranga Ranga dan pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran para kontraktor. Selain itu AGK juga sepakat dan meminta AH, DI, dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen dengan tujuan agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
“Dari anggaran yang diterima AGK, kemudian dipakai untuk membayar hotel pribadi, kemudian kesehatan AGK,” tuturnya.
Buku rekening dan kartu ATM juga tetap dipegang RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan, ada uang sejumlah Rp 2,2 miliar yang masuk ke rekening penampung.
“AGK juga diduga menerima uang dari para Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov untuk mendapatkan jabatan ,” jelasnya.
Dari kasus ini tersangka ST, AH, DI dan KW selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka AGK, RI, dan RA selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.