Ternate, HN – Fadrie sukses menggelar pameran tunggal bernama Jampujingga yang bertema ‘Meruang Tubuh Lewat Sensasi Pikir’ di Magazin Art Space, Benteng Oranje, Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa, 12 Desember 2023.

Kegiatan ini dihadiri Prof. Gufran Ali Ibrahim, Zainuddin M Arie, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII Maluku Utara, para mahasiswa, seniman, penulis, dan jurnalis.

Baca juga: Pameran Fadrié Jampujingga: Meruang Tubuh Lewat Sensasi Pikir

Pameran tunggal ini merupakan kerja sama atau hibah yang diterima Fadrie dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII Maluku Utara.

Fadrie dalam kesempatan itu bercerita, bahwa konsep Jampujingga muncul saat ia membuat beberapa sketsa di kertas dan dipindahkan menjadi karya instalasi.

Karya-karya ini, kata dia, sangat kompleks, sebab membicarakan tentang ruang, perempuan, ekologi, dan rempah.

“Jadi saya berkesenian kurang lebih 19 tahun dan saya selalu terbentur dengan persoalan ruang,” kata Fadrie.

Menurutnya, meruang tubuh lewat sensasi pikir lebih cenderung melihat ruang sebagai tempat ekspresi. Kemudian ruang juga sebagai rumah, karena tempat paling nyaman dalam proses artistik untuk menciptakan karya seni adalah rumah.

“Intinya adalah karya Jampujingga ini bagian dari pemikiran dan keresahan tentang ruang-ruang itu, namun ada juga kebahagiaan yang diekspresikan. Karena ada beberapa karya yang jika diperhatikan, terselip makna ruang keresahan yang mewakili keresahan seorang perempuan,” ucapnya.

Ia mengaku, pameran Jampujingga adalah kali keempat pameran tunggal yang dibuat. Pertama, tahun 2006 dengan tema Bayangan Kita Satu, itu berbicara tentang rekonsiliatif, karena masa itu, Ternate, Maluku Utara mengalami konflik horisontal dan melahirkan krisis politik.

Kemudian tahun 2009, ia membuat karya karikatur tentang jenaka politik. Selanjutnya pada 2009-2020, dirinya melewati banyak proses panjang, tentang belajar dan pengalaman, hingga terus konsisten melahirkan karya lewat lukisan.

“Untuk kali ini saya buat pameran tunggal yang keempat. Ceritanya beragam, dan saya tetap akan konsisten memberikan karya-karya ini dan menjelaskan persoalan lewat karya,” ungkapnya.

Fadrie menjelaskan, seperti yang terlihat pada nasib rempah di Maluku Utara. Ia pun menunjukkan nasib petani rempah itu dalam karya-karya lukisnya. Ia melihat persoalan ekologi yang ditimbulkan tambang justru menjadi masalah paling kompleks bagi petani itu sendiri.

“Saya pernah bicara nasib petani dan rempah ini saat diundang dalam kegiatan di Jakarta,” paparnya.

“Jadi saya berceramah kepada mereka lewat pertunjukan dan saya bilang, saat ini Anda semua tahu tentang rempah, tapi saya tidak bicara rempah sebagai orang Ternate, karena kita harus bicara rempah sebagai orang Indonesia,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *