Lelaki Sunyi

 

bila serangkai mata batin tersingkap

dikau

setengah curang dalam rindu

di bawah senja menghias pancaran

wajah cantik

cahaya yang tidak dapat melukis

pada rasa ketimbang senyummu yang jujur

 

pilu mendamba dalam atas nama nasib

dikau

candu. ibarat sajak-sajak pelangi

mewarnai cakrawala kehidupan

oh… semesta Aku ingin hidup seribu tahun lagi

 

dalam lautan kenangan menghiasi

jejakmu,

dikau pulang

tentang luka pelangi dan puisi lelaki sunyi

tinggal tubuh yang dingin

dan kata-kata sudah lapuk

(2023)

 

Takdir

 

kabar duka lara

air mata tumpah

bagai daun berguguran

di tengah kerumunan

 

tahun-tahun berselang

cerita dan kenangan

langit dan laut. tinggal rayuan

benar-benar habis pasrah

 

seraya melantun bunyi-bunyi doa

di unjung telapak tangan

kian setangah harap

setengah gunda

takdir lebih kejam daripada cinta

(2022)

 

Gurauan

 

malam-malam panjang

di sana sini lampu-lampu

menghias kota.

 

orang-orang di kedai kafe

di batas kota dan di bawah kaki langit

ramai-ramai bercanda ria

meneguk kopi dan merayakan puisi

yang belum sudah-sudah

 

tandas di ujung malam

rindu datang mendadak pulang

dalam kenangan di antara batas dan waktu

ialah baris-bari puisi yang terang

di antara celah sunyi dan kamu.

(2023)

 

Bulan

 

ingin mampir di bulan

berharap bisa tinggal

setengah waktu bercinta

becumbu dengan ria

 

cerita-cerita romantis berima

di usia senja kala itu. rindu

dua tahun lalu bila langit cerah

dikau setengah curang

 

tentang puisi dan bunyi

jangan bilang baru setahun

rasa mengaga dan lupa

ingin tinggal sebentar di bulan

(2023)

______

Penulis: M. Wahib

Bagikan:

M. Wahib Sahie

Lahir di Desa Bere-Bere, 14 Juli, Morotai Utara, Pulau Morotai, Maluku Utara. Menetap di Kota Ternate. Bukan penulis apalagi penyair. Hanya sesekali atau gemar menulis di media cetak (malut Post), media online (cermat.com dan halmaheranesia.com), cerpen dan puisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *