Halteng, HN – PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) akhirnya memberikan respons terkait perubahan warna Sungai Sagea di Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang sudah terjadi beberapa kali.

Seperti diketahui, perubahan warna Sungai Sagea dari jernih menjadi keruh kerap disuarakan oleh Koalisi #SaveSagea melalui aksi unjuk rasa.

Belum lama ini, pada Selasa, 7 November 2023, Koalisi #SaveSagea menggelar aksi di kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Halmahera Tengah.

Melalui Koordinator #SaveSagea, Adlun Fiqri, menyebutkan mereka menuntut ke pemerintah agar menghentikan operasi PT WBN di hulu DAS Sagea atau wilayah Sagea.

“Area yang terdeforestasi tersebut berada dalam konsesi PT WBN. PT WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT IWIP dan memiliki luas konsesi sebesar 45,065 hektare,” kata Adlun.

Baca berita terkait: Dikepung Izin Tambang, Warga Tuntut Wilayah DAS Sagea Masuk Kawasan yang Dilindungi

GM External Relations & HR PT IWIP, Yudhi Santoso, melalui rilisnya menyebutkan bahwa temuan investigasi independen melalui laboratorium yang terakreditasi, serta upaya investigasi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, provinsi dan pusat menunjukkan bahwa kekeruhan air Sungai Sagea disebabkan oleh fenomena alam seperti cuaca dan karakteristik batuan karst di wilayah tersebut, dan bukan disebabkan oleh aktivitas PT Weda Bay Nickel (WBN) maupun PT IWIP.

“PT WBN sendiri tidak melakukan operasi penambangan di wilayah hulu Sungai Sagea, yaitu Ake Sepo dan Ake Yonello,” ujar Yudhi dalam keterangan resmi, Kamis, 9 November 2023.

Ia menjelaskan, uji laboratorium yang dilakukan oleh PT Analitika Kalibrasi Laboratorium, lembaga yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) di Bogor, menyatakan bahwa kualitas air di Sungai Sagea tidak melewati ambang batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan.

“Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa parameter Oksigen Terlarut (DO) adalah satu-satunya yang melebihi ambang batas. Hal ini menunjukkan, air Sungai Sagea yang tercemar dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti temperatur air dan udara, tekanan barometrik udara, jumlah tumbuhan air, kadar mineral, dan Biological Oxygen Demand (BOD),” ungkap Yudhi.

Baca berita terkait: Sungai Kembali Keruh, #SaveSagea Desak Hentikan Operasi Tambang di Wilayah DAS Sagea

Yudhi memaparkan, data BMKG sendiri menunjukkan jumlah curah hujan di area Sagea pada bulan Agustus 2023 mencapai 574 mm dengan kategori hujan sangat tinggi. Curah hujan total di daerah pesisir pada bulan Agustus 2023 mencapai 685 mm dalam 1 bulan, dengan maksimum 24 jam adalah 116 mm.

“Ini hampir dua kali total curah hujan bulanan untuk data 20 tahun terakhir. Kekeruhan air yang muncul di Sungai Sagea merupakan efek dari kondisi cuaca ini dan juga sifat batuan karst di wilayah tersebut yang mudah larut,” ucapnya.

Sungai Sagea, kata dia, bukan hanya merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat lokal, tetapi juga memegang peranan penting dalam ekosistem lokal yang harus dilestarikan. Dalam respons terhadap isu ini, PT IWIP telah memulai langkah-langkah investigasi menyeluruh terkait klaim yang diajukan.

Menurutnya, sebagai bagian dari pendekatan yang jujur dan transparan, perusahaan telah bermitra dengan pihak ketiga independen untuk melakukan audit lingkungan dan mengevaluasi dampak operasionalnya terhadap Sungai Sagea.

“PT IWIP memahami dan menghargai pandangan awal yang diberikan oleh Koalisi #SaveSagea dan Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha. Dalam semangat peduli terhadap lingkungan, PT IWIP berkomitmen untuk berpartisipasi dalam inisiatif pelestarian lingkungan hidup khususnya Sungai Sagea dengan terus berkolaborasi dengan masyarakat dan berkoordinasi dengan pemerintah setempat,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *