Halteng, HN – Aksi unjuk rasa Koalisi Selamatkan Kampung Sagea atau #SaveSagea pada Sabtu, 28 Oktober 2023, terkait aliran Sungai Sagea di Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang kembali mengalami perubahan warna, berakhir ricuh.

Sebelumnya, warga tampak mengikat kepala dengan sehelai kain merah, lalu menggunakan sejumlah kendaraan truk dan mobil disertai iring-iringan roda dua. Spanduk-spanduk berisi tuntutan pun dipasang di sisi truk. Mereka menuju site PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan PT. Weda Bay Nickel (WBN), untuk menyampaikan tuntutan.

Namun, saat sampai di Lipe Gate 3 PT IWIP, masa tertahan karena sudah ada pihak keamanan, baik dari kepolisian dan security dari PT IWIP. Ricuh pun tak terhindarkan, polisi lalu melepaskan tembakan gas air mata dan water canon.

“Untuk korban mungkin tara (tidak) ada, tapi dari gas air mata itu ibu-ibu dan sebagian masyarakat kaget, ada satu massa aksi pemuda yang sempat pingsan, karena tidak mampu tahan toh. Terus ibu-ibu juga sesak napas karena gas air mata itu,” ucap koordinator aksi, Mardani Legayelol.

Mardani menyebutkan, aksi akan terus berlanjut dan malam ini mereka melakukan pemboikotan pada dua titik, yakni Jembatan Sagea dan daerah Malamyasi jalan lintas Halmahera menuju site PT IWIP dan PT WBN.

Sementara itu, Kapolsek Weda Utara, Ipda Jarot Cahyono, saat dikonfirmasi halmaheranesia mengatakan ricuh terjadi karena ada upaya dari massa aksi yang menerobos prosedur pengamanan.

“Intinya pengamanan itu ada Standar Operasional Prosedur (SOP), ada ring-ringnya, pada saat ring 1 diterobos, ring 2 diterobos, kita bernegosiasi, kita imbau untuk tidak anarkis, tidak diindahkan pasti eskalasinya meningkat, sehingga itu tadi, karena mereka mau menerobos dengan truk dilakukan lah penembakan (gas air mata),” ucap Ipda Jarot Cahyono.

Mengenai pemboikotan, pihaknya mengatakan itu dilakukan massa aksi untuk memalang para karyawan dari perusahaan.

“Untuk upaya kami masih imbauan, terus memberikan pengertian kepada mereka terkait bahaya pemalangan, karena itu merupakan potensi konflik,” pungkasnya.

Sungai Sagea Kembali Keruh

Koordinator #SaveSagea, Adlun Fiqri, melalui keterangan persnya menyebutkan, meski sering keruh ketika terjadi hujan lebat, secara visual kekeruhan seperti saat ini berbeda dari sebelum-sebelumnya dan lebih mirip sungai-sungai yang telah tercemar sedimen tambang seperti Kobe dan Waleh.

“Keruhnya Sungai Sagea terjadi mulai akhir Juli, sepanjang Agustus hingga akhir September 2023. Terbaru, pada 23 – 25 Oktober kemarin Sungai Sagea mendadak keruh kekuningan,” kata Adlun.

Ia menjelaskan, jika menganalisis penyebab keruhnya Sungai Sagea, tentunya perlu menelusuri hingga ke hulu di Sagea Atas. Kami mengumpulkan foto citra satelit dari bulan Maret hingga Agustus mendapati ada bukaan lahan dan pembuatan jalan di wilayah Sagea Atas yang mana kawasan tersebut masuk dalam konsesi PT. WBN.

“PT. WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT. IWIP dan memiliki luas konsesi sebesar 45,065 Ha, dimana wilayah Sagea Atas (Jiguru, Bokimekot, Pintu, dll) juga termasuk di dalamnya,” paparnya.

Dari pantauan lapangan, ia mengaku terdapat pembuatan jalan untuk pengerahan alat untuk pengeboran atau eksplorasi oleh PT. WBN, sehingga indikasi kuat tercemarnya Sungai Sagea akibat dari aktivitas PT. WBN yang membuat jalan di atas anak sungai dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea.

Sebagaimana temuan Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha yang tertuang dalam berita acara kunjungan lapangan mereka pada 26 sampai dengan  27 Agustus 2023, dalam poin 1 menyatakan bahwa: secara faktual di lapangan sudah terdapat perubahan biofisik yang disebabkan faktor non alam /antropogenik (aktivitas manusia); kemudian pada poin 4 yang berbunyi: berdasarkan sebaran IUP di sekitar DAS Ake Sagea, perlu dilakukan pengawasan terpadu dan objektif terhadap aktivitas pertambangan.

DAS Sagea memiliki luas 18.200,4 Ha (BPDAS Ake Malamo, 2023), yakni terdapat 3 sungai besar dan ratusan anak-anak sungai. Sayangnya ada 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sebagian konsesinya masuk dalam DAS Sagea, yakni PT. Weda Bay Nickel seluas 6858 Ha, PT. Dharma Rosadi Internasional seluas 341 Ha, PT. First Pasific Mining seluas 1467 Ha, PT. Karunia Sagea Mineral seluas 463 Ha, dan PT. Gamping Mining Indonesia seluas 2170 Ha. Dari 5 IUP di atas baru PT. WBN yang melakukan aktivitas di bagian hulu DAS Sagea.

“Persoalan keruhnya air Sungai Sagea tidak bisa dilepaspisahkan dari DAS yang telah dirusak oleh PT. WBN. Ketika turun hujan material tanah bekas bukaan lahan akan tererosi ke sungai,” ungkapnya.

Bagaimanapun, kata dia, aktivitas pembukaan lahan di wilayah DAS Sagea mesti diberhentikan karena besar kemungkinan erosi tanah terus terjadi mengalir ke Sungai Sagea dan akan sangat berpengaruh ke sistem sungai bawah tanah di kawasan Karst Sagea dan Gua Bokimoruru.

“Sungai Sagea adalah nafas dan harga diri kami, sungai yang selama ini kami jadikan sebagai sumber penghidupan dan dikeramatkan oleh leluhur kami. Untuk itu Koalisi Selamatkan Kampung Sagea atau #SaveSagea menuntut agar PT. WBN menghentikan operasinya di hulu DAS Sagea atau wilayah Sagea, melakukan restorasi dan rehabilitasi DAS Sagea, bertanggungjawab atas dampak dari pencemaran Sungai Sagea, dan wilayah DAS Sagea harus dilindungi dan dikeluarkan dari rencana pertambangan PT. WBN,” pungkas Adlun.

Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, halmaheranesia sudah berupaya meminta keterangan terkait aksi ini ke pihak perusahaan. Namun, belum mendapat keterangan resminya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *