
Haltim, HN – Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato pada Senin, 23 Oktober 2023, kembali menggelar aksi penolakan PT Priven Lestari di depan kantor Bupati Halmahera Timur (Haltim).
Selain itu, aksi ini juga digelar di depan kantor Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4) Haltim.

Koordinator aksi, Said Marsaoly, mengatakan kehadiran PT Priven Lestari di kawasan pegunungan Wato-wato merupakan ancaman serius yang tidak boleh dipandang sepele oleh pemerintah.
Hal itu karena terdapat sumber air berupa sungai-sungai yang teraliri melalui pengunungan Wato-wato. Sungai-sungai tersebut sangat memiliki peran penting bagi warga Buli, terutama di Kecamatan Maba.
“Sungai itu harus dilihat sebagai proses penghidupan warga Buli, karena kita dan para leluhur sudah hidup dengan air yang bersumber dari Gunung Wato-wato. Karena itu kami tegaskan tidak dapat dihancurkan oleh siapapun,” ujar Said dalam keterangan tertulis yang diterima halmaheranesia.
Said menjelasakan, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Haltim tahun 2010-2029 sebagaimana menempatkan kawasan di bawah kaki Gunung Wato-wato diperuntukkan sebagai wilayah pengembangan sumberdaya air dan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012.
“Kami memandang IUP PT Priven Lestari sudah menabrak tata ruang yang dibuat Pemda dan DPRD sendiri,” ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, sangat disayangkan bila pada berbagai kesempatan pemerintah daerah serta DPRD Haltim selalu berdalih enggan memiliki kewenangan.
“Namun berbanding terbalik dengan prosesnya di mana pada 2018 Pemda Haltim melalui Kepala BP4D menerbitkan Rekomendasi Penyesuaian Tata Ruang untuk IUP PT Priven Lestari,” ungkapnya.
“Sebuah kontradiksi luar biasa. Kita mafhum, Penyesuaian Tata Ruang adalah syarat utama PT Priven Lestari dapat memperoleh izin lingkungan oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan dapat melanjutkan aktivitas produksinya,” sesalnya.
Ia menilai, Pemda Haltim dengan sengaja mengabaikan aspirasi warga Buli yang menolak PT Priven Lestari sejak 10 tahun lalu.
Sikap serupa juga ada pada DPRD Haltim yang telah kehilangan dua fungsi vitalnya, yakni legislasi dan pengawasan sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014.
“Hari ini, kami menagih janji Bupati dan Wakil Bupati juga DPRD Halmahera Timur untuk memfasilitasi kami menyampaikan aspirasi ke kementerian terkait di Jakarta,” pungkasnya.