Ternate, HN – Plt Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate, Nursidah Mahmud, mengaku kesulitan melakukan penagihan retribusi pedagang di pasar grosir dan pertokoan.
“Kendalanya pada penagihan dari petugas pasar. Harus kerja lebih maksimal, tapi torang (kami) akan berusaha mudahan-mudahan tercapai. Ini juga pengaruhnya karena ada tunggakan dari pedagang,” kata Nursidah, Selasa, 17 Oktober 2023.
Ia mengatakan, para pedagang yang menunggak itu kebanyakan memiliki ruko. Namun, akan ditegaskan lagi dengan cara memberikan sanksi kepada pedagang agar bisa melunasi tunggakan retribusi yang belum terbayarkan.
“Kita akan kasih sanksi, pertama mungkin teguran dulu, satu atau dua bahkan tiga kali, kalau tidak direspons kita ambil tindakan,” tegasnya.
Meski begitu, Nursidah belum mengetahui berapa banyak pedagang yang masih menunggak atau belum melunasi pembayaran retribusi pasar.
“Belum tahu, saya tara (tidak) hafal dia punya data. Nanti tanya anak-anak penagih,” jelasnya.
Perlu Evaluasi Menyeluruh
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A. Wahid, menilai capaian retribusi pasar grosir dan pertokoan yang dikelola Disperindag Kota Ternate hingga triwulan terakhir masih anjlok.
“Capaian retribusi pasar grosir dan pertokoan baru mencapai Rp 7.667.636.460, jumlah ini masih jauh dari target Rp 13,5 miliar dalam APBD yang disepakati Pemkot dan DPRD Kota Ternate,” kata Mubin kepada halmaheranesia beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, hampir seluruh sumber pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi, kemudian hasil kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan yang sah, realisasinya sampai bulan Oktober belum mencapai target yang telah ditetapkan Pemkot Ternate setiap triwulannya.
“Karena sudah masuk ke triwulan empat hanya sektor pajak yang mendekati realisasi seperti apa yang ditetapkan dalam APBD. Tapi ada beberapa objek pajak yang ditetapkan dalam Perda APBD juga realisasinya sangat minim, apalagi retribusi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, dari 20 sumber PAD yang berasal dari sektor retribusi, hingga kini capaiannya masih minim terutama pada item retribusi pasar grosir dan pertokoan. Padahal, ini salah satu penyumbang PAD terbesar di sektor retribusi.
“Karena capaiannya pada semester pertama saja masih minim sekali, sekarang sudah semester kedua masuk triwulan keempat. Ini yang pemerintah kota harus fokus, jangan cuman mengharapkan sumber pendapatan yang berasal dari dana transfer pusat,” jelasnya.
“Padahal sumber pendapatan dari PAD itu sangat potensial untuk Kota Ternate, sehingga pemerintah harus mampu merealisasikan capaiannya sesuai dengan kesepakatan bersama dalam APBD maupun APBD-Perubahan tahun 2023,” sambungnya.
Kalau pemerintah gagal, kata dia, maka perlu melakukan evaluasi total berkaitan dengan sistem pungutan, kemudian SDM yang berkaitan dengan kemampuan manajerial para pimpinan OPD, serta aparatur petugas di lapangan yang berintegritas.
Selain itu, PAD yang bersumber dari pemanfaatan barang milik daerah targetnya di tahun ini cukup besar mencapai Rp 31.229.157.860. Dikhawatirkan jika Pemkot Ternate tidak berhati-hati maka capaian dari target dalam APBD tahun ini pun akan anjlok.
“Kalau misalkan tidak tercapai sebesar itu ditambah dana transfer antardaerah yang targetnya setelah APBD-Perubahan sebesar Rp 97 miliar, sementara realisasinya sampai sekarang sekitar 7,2 persen, maka kita akan tertatih-tatih dalam rangka merealisasikan program dan kegiatan tahun 2023,” paparnya.
Pihaknya juga sudah menyampaikan solusi saat penyampaian catatan dan rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD setiap tahun anggaran, yakni DPRD meminta Wali Kota Ternate untuk melakukan perbaikan pengelolaan seluruh PAD, termasuk pajak dan retribusi, paling khusus retribusi pasar grosir dan pertokoan.
“Saya harapkan Wali Kota Ternate segera mengambil langkah secepatnya, masa sebelumnya bisa capai Rp 11 miliar bahkan dulu mencapai di atas itu, masa sekarang anjlok lagi di bawah Rp 10 miliar, ini kan lucu,” pungkasnya.