Ternate, HN – Koalisi Save Sagea Kota Ternate pada Senin, 4 September 2023 menggelar aksi unjuk rasa di Kota Ternate, mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah bertanggung jawab atas Sungai Sagea Bokimaruru yang diduga tercemar karena aktivitas industri tambang.

Koordinator Koalisi Save Sagea, Alvian Salim, mengatakan aliran sungai Sagea saat ini mengalami perubahan warna keruh kecokelatan, seperti tercampur sendimen tanah dari sisa produksi nikel, sehingga masyarakat sekitar yang hidup berdekatan dengan sungai merasakan dampaknya.

“Kami ingin menyampaikan bahwa masalah pencemaran ini perlu ditilik lebih serius oleh pemerintah provinsi dalam hal ini gubernur,” kata Alfian.

Menurut dia, dugaan pencemaran Sungai Sagea ini berasal dari pembukaan lahan jalan oleh PT Weda Bay Nikel (WBN). Karena lokasi konsesi mereka berada di atas aliran sungai yang terhubung dan mengalir ke kawasan kars Sagea melewati goa Bokimaruru dan keluar ke sungai Sagea.

“Hal ini juga pernah diakui oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Tengah, bahwa pencemaran Sungai Sagea tergolong fatal karena membawa endapan lumpur yang terindikasi bersumber dari kegiatan produksi pertambangan,” tegasnya.

Selain itu, lanjut dia, Sagea saat ini tak luput dari intaian investasi. Desa yang luas wilayahnya 2, 276, 90 Km2 ternyata sekitar 66 persen wilayahnya telah dikonsesi oleh PT Frist Pasifik Mining (FPM) yang memiliki luas wilayah konsesi 280.00 hektar.

Selain itu ada juga PT Karunia Sagea Mineral (KSM) yang luas konsesi 1,255.50 Ha dengan komoditas batu gamping yang berada di wilayah Danau Legaelol.

“Jadi bukan pada hutannya saja, karst Bokimaruru juga tak luput dari kehancuran, sehingga dari pertengahan Agustus sampai saat ini, sungai menjadi tercemar, dan justru berdampak besar bagi 1.995 jiwa penduduk Desa Sagea,” ungkapnya.

Mewakili Koalisi Save Sagea, Alvian meminta perusahaan yang beroperasi di wilayah Sagea untuk menghentikan aktivitasnya sebelum ada hasil investigasi yang valid dari pihak berwenang. Selain itu, harus dilakukan penyidikan dan penegakan hukum lingkungan oleh instansi terhadap pihak yang terbukti mencemar sungai.

“Kami juga minta pemerintah mendorong adanya kebijakan perlindungan kawasan karst dan Dareah Aliran Sungai (DAS) Sagea, mengingat keduanya adalah ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting bagi keberlangsungan hidup orang Sagea,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *