Ternate, HN – Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPUH) pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia melaksanakan upacara bendera setengah tiang di atas proyek tetrapod dermaga Hiri, Kelurahan Sulamadaha, Kota Ternate.

Pantauan halmaheranesia, upacara ini dilaksanakan di atas bebatuan dan kondisi tetrapod dermaga yang tak beraturan. Tiang bendera ditancapkan tepat di atas sela-sela tetrapod.

Lalu peserta upacara berdiri di atas bebatuan, menghadap ke arah tiang bendera yang berlatar gunung Pulau Hiri.

Upacara bendera setengah tiang di atas proyek tetrapod dermaga Hiri, Kelurahan Sulamadaha, Kota Ternate. Foto (Rajif Duchlun/halmaheranesia)

Saat tiga pemuda memberikan aba-aba bendera siap dikibarkan, sontak secara kompak peserta upacara memberikan hormat diikuti menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Upacara yang sederhana dan penuh khidmat ini pun berakhir dengan bendera yang hanya dinaikkan setengah tiang saja. Tampak seorang peserta pun membaca Pancasila dalam bahasa Ternate dan diikuti juga pembacaan manifesto yang berisi sikap perjuangan mereka terhadap kondisi dermaga Hiri.

Koordinator lapangan, Wawan Ilyas, mengatakan ini pertama kalinya di Maluku Utara melakukan upacara bendera setengah tiang untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.

“Kami melakukannya di atas tetrapod dermaga Hiri yang berada di Kelurahan Sulamadaha, dengan kondisi tetrapod dan batu karang yang tampak berhamburan,” ucap Wawan.

Ia menjelaskan, inisiatif ini karena bagi mereka kemerdekaan Indonesia ini direbut oleh rakyat, dengan darah serta air mata, bahkan ada yang tidur di hutan dan yang mati terbunuh.

Warga dan pemuda saat mengikuti upacara bendera setengah tiang di atas proyek tetrapod dermaga Hiri, Kelurahan Sulamadaha, Kota Ternate. Foto (Rajif Duchlun/halmaheranesia)

“Sehingga pembangunan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadailan, harus perlu mengingatkan negara, kepada pemerintah kota, bahwa pembangunan harus berjalan sesuai dengan kondisi masyarakat Hiri saat ini, terutama dalam konteks pembangunan pelabuhan Hiri,” jelasnya.

Menurutnya, upacara ini juga bagian dari kritik terhadap pemerintah pusat, karena seharusnya dermaga Hiri ini sudah menjadi perbincangan nasional.

“Sebab kami berjuang pelabuhan Hiri sudah bertahun-tahun. Sudah lebih 10 kali aksi yang kami lakukan, sudah lebih 10 kali audiens yang kami lakukan bersama pemerintah,” ungkapnya.

Bahkan, kata dia, sudah ada 100 lebih tulisan dari wartawan dan dari pemerhati yang mengingatkan pemerintah untuk membangun pelabuhan Hiri.

“Kemarin ada yang sakit dirujuk lewat pelabuhan ini, tapi sangat disayangkan, karena orang sakit harus dipikul melalui batu karang dan bebatuan.”

Ia mengaku, maksud dari bendera setengah tiang juga untuk menggambarkan situasi masyarakat saat ini yang sedang bersedih karena minimnya perhatian pemerintah.

“Kita belum merasakan apa itu namanya kemerdekaan. Karena kalau kemerdekaan dilihat dari sisi kejujuran dan transparasi pembanguan, maka masyarakat Hiri belum merasakan itu,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *