Ternate, HN – Konfederasi Kopitam, salah satu rangkaian kegiatan Moti Basuara 1322 bertema ‘Merajut Peradaban Moti’ yang berlangsung di Kelurahan Moti Kota, Kota Ternate, Maluku Utara, membahas beberapa perihal terkait Pulau Moti.

Kegiatan yang digagas Komunitas Orang Moti (Oti) Production dan bekerja sama dengan Makin Cakap Digital (MCD) ini dilaksanakan pada Sabtu, 12 Agustus 2023.

Dalam Konfederasi tersebut, dihadiri sejumlah pembicara, di antaranya Sultan Tidore, H. Husain Alting Sjah, Sofyan Daud, Abubakar Abdullah, Herman Oesman, Abdul Malik Ibrahim, Hasbi Yusuf, Tamrin A. Ibrahim, dan puluhan warga Moti.

Sultan Tidore, H. Husain Alting Sjah, dalam kesempatan itu mengatakan kegiatan ini bagian dari awal kembalinya membangun Maluku Utara, khususnya Moti dengan semangat persaudaraan. Tidak boleh ada dikotomi dan parsial antara satu dengan yang lain.

“Saya melihat partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini sangat luar biasa. Kepada masyarakat dan pemuda, tetaplah bersatu, jangan berpikir sesuatu hal yang sifatnya jangka pendek dan pada akhirnya memecah bela persaudaraan kita,” ucap Sultan Tidore.

Ia mengaku, Moti ini pernah menorehkan sejarah, ketika menyatukan Kie Raha (Maluku Utara) saat sedang dalam pertikaian hegemoni empat kesultanan kala itu.

“Moti memiliki kesederhanaan tersendiri, dan telah menghadirkan semua Sultan untuk membicarakan nasib wilayah ini dan mengakhiri pertikaian. Sepanjang dunia ini masih berkembang, keempat Sultan itu sudah bertemu dan berbicara di sini, di Moti,” katanya.

Sementara anggota DPRD Maluku Utara, Sofyan Daud, memberikan apresiasi kepada semua panitia kegiatan Oti 1322 Basuara dan Oti Production yang telah menghadirkan kegiatan yang luar biasa untuk merangkul dan mengajak masyarakat agar mengenang sejarah penting yang ada di Moti.

Ia menyebutkan, Moti adalah tempat berembuknya para pemimpin kesultanan di Moloku Kie Raha untuk melahirkan perjanjian. Makna dari pertemuan ini adalah kesadaran teritorial.

“Jadi pertemuan (empat kesultanan pada tahun 1322) hanyalah tentang kesadaran teritorial. Jadi orang memahami pentingnya bahwa aspek kedaulatan yaitu kesadaran geografis. Kemudian ada kesepakatan terbentuknya struktur kesultanan yang sebagian besarnya terinspirasikan dari kesadaran tadi. Sehingga ingatan tentang sejarah itu sangat penting untuk tetap dirawat,” jelasnya.

Sekretaris DPRD Maluku Utara, Abubakar Abdullah mengatakan, kegiatan ini bagian dari ucapan terima kasih kepada para pendahulu dan pemimpin kesultanan terdahulu karena telah menorehkan peristiwa penting di Moti.

“Modifikasi ini dibuat agar peristiwa penting itu tetap dikenang sepanjang masa, tentang peristiwa penting Moti Verbond atau pertemuan para sultan,” ujarnya.

Akademisi UMMU, Herman Oesman, menjelaskan bahwa sebuah perubahan dan peradaban itu ditentukan oleh dua faktor, yakni faktor yang terwariskan yang meliputi geografi, geologi, SDA, dan lainnya, kemudian faktor kedua yaitu sumber daya manusia.

“Faktor kedua ini sangat menentukan, sebab walaupun SDA kita kaya tapi SDM lemah, maka tidak akan memberikan manfaat apa-apa. SDM di sini berkaitan dengan pendidikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, jika dipakai tafsir sejarawan terkait peradaban, dan ingin bertahan lama, maka itu disebabkan oleh beberapa faktor, yakni pendidikan, estetika, etika, dan spiritualitas.

“Jadi inti dari semua itu adalah spiritualitas atau soal nilai sebuah peradaban itu bisa terbangun. Jika spiritnya lemah, peradaban itu akan tumbang. Moti hari ini, walaupun kondisinya seperti ini, tapi tempat ini adalah peradaban yang tertinggal, dan terwariskan. 700 tahun lebih itu bukan gampang,” tuturnya.

Selain itu, praktisi A. Malik Ibrahim, mengatakan peradaban Moti dan Maluku Utara adalah satu peradaban besar yang mesti selalu dikenang dan diingat. Sehingga di era digitalisasi ini, penguatan akan kesadaran literasi tentang sejarah mesti diperkuat.

“Kita masuk di era digitalisasi, atau era dimana literasi itu ditingkatkan. Bahkan, kegiatan Moti Basuara ini juga, kita telah diajak masuk pada satu dunia, dimana sesungguhnya memiliki literasi yang kuat. Tapi saat ini, kita mengalami satu pergeseran peradaban yang paling mendasar. Bahkan, tekanan-tekanan itu telah membuat kita masuk pada kesadaran baru, kemudian era ini juga akan menggiring kita masuk pada satu kebudayaan yang kelak kita sendiri tidak siap secara spiritual,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *