Alat musik modern kian melaju, menghadirkan sentuhan teknologi dengan model dan bunyi yang beragam. Namun, perihal itu tak membuat Udin Saban, seorang seniman dari Maluku Utara ikut terseret ke dalam perkembangannya.

Udin Saban, namanya. Pria 60 tahun ini adalah seorang maestro atau perajin alat musik tradisional yang sudah familier di Maluku Utara, seperti arababu, fiol, rebana, tifa, dan gambus.

Ia berasal dari Kelurahan Rum, Tidore Kepulauan dan kini memilih menetap di lingkungan Jan, Kelurahan Tabona, Kota Ternate.

Udin kepada halmaheranesia bercerita, pekerjaan membuat alat musik tradisional telah ia lakoni sudah sejak lama.

“Semenjak orang tua masih ada. Bahkan sebelum menikah pun, sudah saya buat alat musik,” ucap Udin, Minggu, 3 Juni 2023.

Saat mengawali usahanya, ia membangun sebuah pondok di samping rumahnya untuk dijadikan pabrik mini pembuatan alat musik tradisional.

Sepanjang ia menekuni ini, Udin sudah sering mendapat pesanan membuat alat musik dari sejumlah pihak, baik perorangan atau komunitas.

“Saya di sini bisanya dapat pesanan untuk buat tifa salai, tifa tarian, rabana bazikir, fiol dan arababu. Jadi kalau permintaannya banyak, maka saya harus fokus selama beberapa minggu untuk bisa selesai,” katanya.

Udin Saban, perajin alat musik tradisional dari Maluku Utara. Foto (Rifki Anwar/halmaheranesia)

Semua bahan untuk pembuatan alat musik ini ia ambil di kebun miliknya. Misalnya untuk tifa dengan bahan pohon pinang dan kelapa.

“Pohon kelapa dan pinang itu bagus, karena ketika diproses menjadi macam-macam tifa kan mudah saja. Sementara bahan lainnya seperti kulit kambing, saya ambil dari acara atau saat hajatan. Setelah itu dijemur hingga kering baru bisa dipakai,” jelasnya.

Sementara arababu terbuat dari bambu yang menjadi bahan utama batang pegangannya. Sedangkan tabung resonansi arababu terbuat dari setengah bagian tempurung kelapa. Untuk tali alat musik ini hanya memiliki satu senar.

Begitu juga suling atau fiol, bahan untuk membuat alat musik ini menggunakan bambu yang berukuran kecil sekitar 10 centimeter. Bambu diberi lubang tiga sampai enam lubang. Lalu rebana dan gambus juga memiliki bahan tersendiri.

“Alat-alat musik tradisional yang unik ini biasa dimainkan secara berkelompok, supaya kedengarannya merdu,” ungkapnya.

Alat musik yang ia buat biasanya dijual ke pelanggan dengan harga yang bervariasi. Ada yang dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu, tergantung alat musik mana yang dijual.

Ia mengenang, semangat membuat alat musik ini juga datang dari ayahnya. Meski begitu, ia mengaku ayahnya bukan seorang pembuat alat musik tradisional, tapi hanya seorang yang pandai memainkannya.

Udin Saban, perajin alat musik tradisional dari Maluku Utara. Foto (Rifki Anwar/halmaheranesia)

“Saya hanya diajarkan cara iris (memainkan) oleh Bapak (ayah) saja. Setelah (ayah) meninggal dunia, saya sudah tahu memainkan alat musik. Nah dari situ saya belajar sendiri untuk buat alat-alat ini hingga sekarang.”

Ayah dari empat anak ini juga sempat diundang di beberapa tempat untuk sekadar memberikan edukasi kepada generasi tentang pentingnya melestarikan alat musik tradisional di Ternate.

Ia sempat bergabung dengan Sanggar Timur Jauh dalam kegiatan Hari Jadi Ternate untuk memainkan beberapa alat musik. Selain itu, Udin juga pernah diundang menjadi pemateri di sejumlah komunitas di Ternate.

Baginya, menjadi pekerja pembuat alat musik tradisional memanglah tidak mudah. Sebelumnya, sang mendiang istri lah menjadi alasan lain mengapa ia terus bertahan sebagai seorang perajin alat musik tradisional.

“Istri saya yang banyak memberikan dukungan. Soalnya dia sangat suka mendengarkan musik-musik yang saya mainkan lewat alat-alat ini. Bahkan ada satu lagu yang saya buat untuk dia. Kalau saya mainkan lagu itu, pasti ingat dia, dan pasti saya menangis,” kenangnya, sembari memeluk erat arababu di tangannya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *