Ternate, HN – Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, diminta tak ‘tutup mulut’ dan angkat bicara terkait eksekusi lahan rumah warga di Kelurahan Kalumata, Kota Ternate, Maluku Utara.
“Kami ingin ada langkah dan sikap tegas dari Wali Kota Ternate soal perampasan tanah adat di Kelurahan Kalumata. Sebab, masalah ini diketahui Wali Kota saat menjadi sekretaris daerah,” ucap Abd Malik Jais Doa, Koordinator Aliansi Masyarakat Kalumata Menggugat saat menggelar aksi di Kantor DPRD Kota Ternate, Senin, 5 Juni 2023.
Malik mengatakan, sejauh ini pemerintah kota belum memberikan keterangan terkait rencana eksekusi lahan warga di Kelurahan Kalumata. Padahal sebagai pemerintah mestinya berpihak pada warga, apalagi lahan tersebut status sepenuhnya milik warga.
Ia menjelaskan, sesuai dengan informasi yang dihimpun, sebidang tanah tersebut pada tahun 1959 oleh Kesultanan Ternate melalui Iskandar Djabir M. Sjah memberikan sebidang tanah seluas 1,5 hektar kepada Almarhum Buka atas pengabdiannya sebagai Jogugu Loloda Kesulatanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate tertera dalam sebuah surat yang disebut Cucatu, akan tetapi dalam waktu yang lama surat tersebut telah hilang.
Kemudian tahun 1996, surat itu dibuatkan lagi oleh Almarhum Mudaffar Sjah yang saat itu menjabat sebagai sultan. Surat yang dibuat dilengkapi dengan stempel sah Kesultanan Ternate beserta tandatangan oleh Almarhum Mudaffar sjah.
“Namun pada tahun 2016, datanglah Juharno dan mengklaim tanah itu miliknya setalah Sultan Mudaffar Sjah meninggal dunia. berbekal SHM miliknya, meminta ganti rugi kepada ahli waris Alm. Buka dan seluruh warga yang menempati lahan/tanah tersebut,” ungkapnya.
Oleh ahli waris, lanjut dia, Alm. Buka menolak keras tindakan tersebut sebab tanah yang ditempati puluhan tahun ini adalah tanah adat pemberian sang Sultan.
“Kemudian di tahun 1978 Juharno menerbitkan sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) Nomor 229 Tahun 1978 atas nama dirinya dengan dalil tanah negara bekas swapraja/eigendom sesuai SK Panitia Landreform No.06/PL7TRT/78 tanggal 10 Mei 1978, kemudian diproses dengan SK Gubernur Nomor 89/HM/PL7TRT/78 tanggal 1 Desember 1978: Juharno yang diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara untuk Anggota Perwira ABRI yang bertugas saat itu,” jelasnya.
Ia menyebutkan, ketika permintaan ganti rugi atas tanah tersebut tak terpenuhi, Juharno melakukan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Ternate kepada ahli waris Alm. Buka yang saat ini menempati lahan itu.
Kemudian, Juharno juga menyerahkan surat palsu ke Pengadilan Negeri Ternate atas nama Alm. Sultan Mudaffar Sjah yang dikeluarkan tanggal 14 Agustus 1997.
“Isi surat tersebut untuk membatalkan surat sebelumnya yang telah diterbitkan tanggal 19 Oktober 1996 dengan maksud ingin membatalkan surat penyerahan tanah oleh Alm. Sultan,” paparnya.
Malik bahkan mengatakan, Juharno juga membuat surat jual beli palsu dengan Alm. Djasia Buka selaku anak dari Alm Buka. Bahkan difasilitasi oleh Sekretaris Kota Ternate, Tauhid Soleman (sekarang Wali Kota Ternate).
“Keterkaitan Wali Kota Ternate bersama Juharno patut dicurigai karena pada saat pihak ahli waris Alm. Buka bertemu wali kota untuk masalah ini, namun hasil pertemuan tersebut Wali Kota belum memberikan solusi terhadap masalah ini,” pungkas Malik.