Ternate, HN – Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara menggelar rapat koordinasi revitalisasi bahasa daerah di Maluku Utara. Revitalisasi bahasa daerah tersebut meliputi bahasa Ternate, bahasa Tobelo, Sula, Sahu, dan bahasa Makian Timur.

“Selain keempat bahasa yang direvitalisasi, ada juga penambahan bahasa Sahu yang direvitalisasi tahun ini. Bahasa Sahu adalah bahasa yang sudah mengalami kemunduran, sehingga berkaitan dengan penambahan bahasa yang dianggap merasa sesuai dengan peta bahasa itu,” kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara, Dr. Arie Andrasyah Isa, Senin, 6 Maret 2023.

“Jadi ini perlu diantisipasi dengan cara merevitalisasi, sehingga kami meminta pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah dan DPRD untuk bisa saling membahu supaya merevitalisasi bahasa daerah sebagai aset budaya dan aset pemerintah Maluku Utara,” jelasnya.

Menurut dia, Indonesia diberikan banyak bahasa oleh Tuhan. Jika tidak dijaga bahasa tersebut, maka akan punah.

Selain itu, bahasa daerah merupakan bahasa warisan tak benda. Artinya, para pemilik bahasa di Maluku Utara harus menjaga dan melestarikan sebagai kearifan lokal dan wajib mewariskannya ke generasi berikutnya.

“Supaya generasi berikutnya dibekali kearifan lokal tadi dan mereka tahu jati dirinya siapa. Kami juga melihat banyak faktor-faktor bahasa daerah punah yang tidak digunakan generasi adalah kawin campur, karena bapak dan ibu berbeda suku tentu saja anak tidak mendapatkan bahasa ibu atau bahasa bapaknya,” tuturnya.

Selain itu, faktor media sosial juga menjadi pemicu kemunduran bahasa yang membuat anak-anak tidak menggunakan bahasa. Kemudian sikap bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak menggunakan, karena menganggap bahasa daerah adalah bahasa terbelakang dan tidak ada prestisenya seperti bahasa Indonesia.

“Faktor utama bahasa daerah tidak diajarkan di sekolah, akhirnya bahasa tidak digunakan sama sekali, baik di rumah, sekolah maupun di lingkungan. Kami juga berkolaborasi dengan para komunitas literasi agar bisa mengajarkan anak-anak tentang bahasa daerah. Selain itu, ada komunitas keagamaan seperti bahasa Sahu yang digunakan di gereja, tapi sifatnya monolog,” paparnya.

Pergeseran bahasa dan perubahan penduduk, kata dia, pun bisa mempengaruhi faktor-faktor yang membuat bahasa itu tidak digunakan lagi, sehingga revitalisasi bahasa sasarannya untuk anak SD dan SMP.

Sementara Asisten I Pemrov Maluku Utara, Karim Buamona, menambahkan, pihaknya hanya mengkoordinir, tetapi menyangkut revitalisasi bahasa ini sepenuhnya ada di kabupaten/kota.

Sehingga itu, kewenangannya ada di Wali Kota dan Bupati, karena ada beberapa kabupaten/kota yang sudah masuk dalam kurikulum di tingkat SD dan SMP.

Oleh sebab itu, kata Karim, butuh peran pemda, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan lingkungan keluarga untuk mengembangkan bahasa di tiap-tiap daerah.

Hal itu karena adanya modernisasi kemajuan teknologi, membuat banyak anak muda tak lagi mengerti bahasa daerah.

“Adanya program revitalisasi bahasa daerah di Maluku Utara ini dapat dikembangkan lagi. Kalau untuk aspek kebijakan sebenarnya ada Dinas Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara,” pungkasnya. (PN)

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *