Ternate, HN – Seorang pejabat di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Malut berinisial AM dan Nikmah Bachmid, warga di Kelurahan Kalumata, RT 14/RW 06, Kota Ternate Selatan, Kota Ternate, saling mengklaim lahan.

Nikmah menceritakan, awalnya lahan tersebut ia beli dari orang atas nama Rid. Namun, belum memiliki sertifikat. Lahan tersebut juga sudah dibangun indekos. Sehingga itu, berselang waktu, sertifikat lahan tersebut telah diurus untuk diadakan.

“Saya punya dokumen lengkap terkait lahan itu. Dan semua sudah jelas dalam sertifikat, soal batas dan siapa pemilik lahan itu,” ujar Nikmah, Sabtu, 11 Februari 2023.

Ia menambahkan, dalam perkembangan, AM yang juga membeli lahan berdekatan dengan lahannya diduga menyerobot dan mengambil lahannya di belakang sekitar 190 meter dan di depan sekitar 3 meter.

“Ketika masalah penyerobotan lahan ini terjadi, saya sudah lapor di kelurahan agar dimediasi tapi tidak berhasil sampai saat ini,” katanya.

Sehingga, lanjut dia, pihaknya membuat laporan resmi ke Polsek Ternate Selatan. Meski begitu, pihak kepolisian meminta agar dokumen lain terkait lahan tersebut harus dilengkapi, supaya bisa dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional Kota Ternate, agar hal ini bisa ditindaklanjuti.

“Semua dokumen yang diminta BPN saya lengkapi, tapi masih dipersulit, sementara persoalan ini sudah 1 tahun lebih dari sejak di Januari 2022,” ujarnya.

Ia mengaku, AM yang juga telah membeli lahan tersebut tidak memiliki sertifikat, bahkan ketika masalah ini sudah dibawa ke kepolisian dan BPN, kemudian ada permintaan agar AM membuktikan dokumen dalam bentuk sertifikat lahan, ia tidak memberikan.

“Saya sudah tunjukkan ke AM soal sertifikat dan menjelaskan batas lahan itu, tapi dia bilang tidak harus berpatokan pada sertifikat yang saya pegang, padahal ada sertifikat dua sertifikat yang saya pegang. Dia hanya berdasarkan pada saat lahan itu dibeli dengan sistem pertunjukan dan pembuktian kuitansi beli lahan saja,” ungkapnya.

AM bahkan telah membangun fondasi dan pagar rumah di atas lahan milik Nikmah. Hal ini juga sudah ditegur oleh Ketua RT 14 Kelurahan Kalumata selaku saksi pada pembelian lahan itu. Namun tidak dihiraukan.

“Masalah tersebut sudah dimediasi, tapi belum maksimal. Saya ingin, pihak BPN harus turun ukur ulang berdasarkan sertifikat yang ada, sehingga ini jelas,” kesalnya.

Ia membeberkan, permintaan BPN di bidang pengukuran untuk mengisi formulir agar hal ini ditindaklanjuti belum terwujud.

“Sehingga saya membuat laporan lagi ke Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara agar ditangani. Jika ini juga tidak berhasil bakal lapor di kejaksaan agar mendapatkan pendampingan hukum,” jelasnya.

“Kami hanya minta proses ini berjalan sesuai dengan baik agar ada kepastian hukum dari Pertahanan nanti,” sambungnya.

Ketua RT 14 Kelurahan Kalumata, Hamisi Kasim, yang juga sebagai saksi atas pembelian lahan itu menjelaskan, saat AM mendirikan fondasi dan pagar di atas lahan milik Nikmah, sebelumnya lokasi tersebut menjadi akses jalan masuk-keluar menuju indekosnya.

“Jadi pada saat mereka fondasi, saya bilang ke mereka bahwa dalam sertifikat induk, kawasan di sini bukan miliknya, jadi harus dihentikan pekerjaan ini,” ujarnya.

“Saya sebagai RT punya hak melindungi warga, jika titik permasalahan tak selesai. Dan bahkan masalah tersebut sudah dimediasi ke Polsek namun tidak selesai juga, maka itu tanggung jawab kami, apalagi masalah lahan ini saya tahu dari awal.”

Terpisah, AM saat ditemui halmaheranesia membenarkan bahwa dirinya telah membeli lahan tersebut sejak tahun 1995 dengan ukuran tanah 15×27 dengan harga Rp 3 juta. Walaupun tidak ada sertifikat, tapi ada bukti kuitansi jual beli yang dibuktikan dengan materai.

“Jadi jang dulu klaim sembarangan, saya ingin BPN harus turun langsung agar ukur kembali berdasarkan sertifikat induk yang mereka miliki itu,” ujarnya.

Menurutnya, intinya persolan ini harus diserahkan ke BPN, supaya semuanya jelas. Sebab, ia merasa terganggu walaupun tidak terlibat masalah tersebut, sebab lahan itu ia beli dan sertifikatnya masih melekat pada sertifikat induk.

“Mereka beli kos-kosan itu sudah ada dengan sertifikat. Jadi tembok itu miring untuk penahan tanah tapi saya buat lurus sesuai dengan batas fondasi dan jalan pun tidak ditutup,” sebutnya.

Ia mengaku, dokumen yang dipegang sebagai bukti pembelian tanah, hanya berdasar pada kuitansi, karena sertifikat induk masih dimiliki oleh penjual.

“Pihak RT datang tegur tapi saya menyatakan tanah itu dibeli duluan sebelum ibu Nikmah beli,” ungkapnya.

Ia berharap, BPN bertindak untuk turun supaya ada pembenaran di lokasi, jika ini juga tak terselesaikan nanti pihak pengadilan memutuskan fakta hukumnya.

“Dan seandainya kalau saya menyerobot lahan mereka, fondasi itu akan dibongkar dan ganti rugi ke mereka,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *