“Apapun yang terjadi, kesehatan pasien dan keselamatan masyarakat tetap yang utama.”
Kegaduhan yang berujung aksi protes hingga pemberhentian pelayanan dan boikot instalasi gawat darurat (IGD) oleh pegawai dan tenaga kesehatan badan layanan umum daerah (BLUD) RSUD Chasan Boesoirie berpotensi mengancam kesehatan pasien dan keselamatan masyarakat.
Protes bermunculan karena pegawai dan tenaga kesehatan di rumah sakit daerah tingkat provinsi tersebut merasa tidak terpenuhi haknya, yaitu terkait tunjangan tambahan penghasilan (TTP).
Persoalan ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah provinsi dan pihak terkait. Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban, karena adanya aksi protes yang imbasnya ke pelayanan di RSUD Chasan Boesoirie yang menjadi tidak maksimal.
Penanganan secara komprehensif diperlukan, bukan hanya sekadar meredam amarah massa aksi atau memenuhi tuntutan pendemo.
Maka dari itu, perlu adanya evaluasi dan strategi penataan yang konkret terkait tata kelola kelembagaan kesehatan dalam hal ini BLUD RSUD Chasan Boesoirie agar tidak menimbulkan permasalahan lagi di kemudian hari.
Status BLUD untuk memaksimalkan pelayanan
Sebagai rumah sakit provinsi yang merepresentasikan citra pelayanan kesehatan masyarakat perorangan dan masih menjadi rujukan utama pelayanan kuratif di Maluku Utara, tentu pemaksimalan pelayanan dan kelembagaan sangat dibutuhkan. Perubahan status RSUD Chasan Boesoirie menjadi badan layanan umum daerah dapat menjadi angin segar untuk mendorong peningkatan kinerja dan pelayanan.
Tujuan dari pembentukan badan layanan umum sesuai PP Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan BLU yaitu, dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Oleh sebab itu, sebelum beralih status menjadi BLUD harusnya Pemprov dan pihak RSUD Chasan Boesoirie telah memastikan kesiapan dan menyusun strategis agar kedepan jalannya RSUD Chasan Boesoirie sebagai BLUD sesuai dengan tujuan dalam peraturan perundang-undangan, memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Bahkan pada proses menuju peralihan status menjadi BLUD, ada persyaratan yang perlu dipenuhi dan selanjutnya menjadi komitmen yang harus dijalankan nantinya. Persyaratan tersebut termuat dalam Permendagri Nomor 79 tahun 2018 tentang BLUD dan Permenkes Nomor 63 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan keuangan badan layanan umum di lingkungan kementerian kesehatan.
Salah satu persyaratannya yaitu, pada poin pertama syarat administrasi. Secara jelas perlu adanya komitmen yang kemudian harus dimuat dalam bentuk pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.
Maka dari itu, hal ini perlu menjadi perhatian serius pemprov dan seluruh pihak terkait untuk memastikan hadirnya BLUD RSUD Chasan Boesoirie dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada kesehatan masyarakat di Provinsi Maluku Utara.
Kesehatan dan keselamatan masyarakat tetap yang utama
Sebagai tenaga profesi, memperjuangkan hak setelah terpenuhinya kewajiban “sah sah saja dilakukan”. Namun, sebisa mungkin jangan sampai mengorbankan masyarakat, karena pada prinsip profesi kesehatan aspek kesehatan dan keselamatan masyarakat itulah yang utama.
“Kesehatan pasien dan keselamatan masyarakat tetap yang utama, membakti atas dasar kemanusiaan” kurang lebih salah satu poin yang dapat disimpulkan dalam sumpah profesi sebagai acuan dalam menjalankan tugas mulia di masyarakat.
Tentu juga sebagai pengingat bagi setiap kita yang menjalankan tugas kemanusiaan sebagai profesi/tenaga kesehatan dan bahkan catatan penting bagi calon-calon “dokter”, “perawat”, “bidan”, “kesmas”, “Apoteker” dan kelompok sejawat lainnya di masa mendatang. (*)