Ternate, HN – Pulau Halmahera, termasuk Pulau Gebe dari masyarakat agraris ke transisi masyarakat industri, ada perkembangan corak ekonomi yang ditentukan oleh keputusan politik.

Hal itu disampaikan Hamdan Halil, Ketua Umum Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara pada ‘Dialog Ekonomi Politik di Era Digital’ yang dibuat Himpunan Pelajar Mahasiswa Pulau Gebe (HPMPG) Maluku Utara pada Rabu, 16 November 2022 di Asrama HPMPG, Gambesi, Ternate Selatan.

“Ada problem lingkungan, pendidikan, ekonomi, dan lain di sana itu terjadi karena adanya alas kebijakan, maka afirmasi kebijakan pula lah menjadi penting untuk melerai kekalutan, meresolusi, dan merestorasi (pemulihan) Pulau Gebe,” ucap Hamdan.

Ia menjelaskan, agregasi kepentingan publik seperti pendidikan dan kesehatan gratis, pemberdayaan ekonomi rakyat rasanya harga yang pantas dari devisa negara yang didapat dari Pulau Gebe.

“Ini hanya bagian kecil dari Halmahera yang kaya dan Maluku Utara yang tak berdaya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, Gebe sejauh ini baru memiliki satu doktor, yakni alhamarhum Awaluddin Fataha. Entah berapa jumlah magister dan sarjana perlu ada data untuk itu.

“Berapa banyak yang terdistribusi di birokrasi maupun di parlemen, sepertinya masih minim. HPMPG dan pemerintah setempat dan komponen lain bisa mengindentifikasi data tersebut,” jelasnya.

Masalah lain, kata dia, seperti kurangnya tenaga pendidik terutama di Sekolah Menengah Atas (SMA)/Aliyah dan SMK/sederajat. Minimnya tenaga pendidik tentu berdampak pada merosotnya kualitas peserta didik dan mutu pendidkan di semua jenjang.

Selain itu, ada fakta setiap lulusan begitu banyak yang memilih masuk melamar kerja ke perusahaan ketimbang harus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal yang sama hampir menjadi problem bersama di beberapa kecamatan lainnya.

“Tentu kita bisa memprediksi angkatan sumber daya manusia 5-10 tahun yang akan datang berapa pada posisi cukup merosot drastis jika tidak ada skema antisipatif dengan mendorong beasiswa untuk strata satu untuk itu. Bahkan tidak berlebihan didorong juga insentif untuk prioritas beasiswa tertentu.”

“Karena bagi saya, problem ekonomi lah salah satu pemicu dimana secara terang ada gejala membandingkan antara kuliah dan tidak, daripada membiayai kuliah sendiri dengan dana sendiri selama masa kuliah, lebih baik bekerja di perusahaan mendapat gaji setiap bulan. Toh, menjadi sarjana ujungnya tetap kembali menjadi pekerja. Tetapi sebetulnya ini hanya penyederhanaan masalah di tengah himpitan ekonomi,” sambungnya.

Menurutnya, meluasnya kesempatan kerja bagi anak daerah juga harus diikutkan dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal, cakap, profesional, dan berintegritas.

“Sehingga di dunia kerja dapat dengan mudah mengakses pekerjaan yang tidak hanya menjadi pekerja kasar, tapi dapat ditempatkan pada posisi strategis berbasis keahlian dan kompetensinya,” paparnya.

Hamdan menegaskan, patut menjadi catatan bagi semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah Halmahera Tengah, bahwa berapa banyak devisa negara yang diambil dari Pulau Gebe sejak masuknya tambang, pun daratan Halmahera lainnya.

Keberpihakan politik anggaran untuk realisasi pendidkan, program air bersih, listrik, jaringan, jalan, dan jembatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat usai PT Antam, pariwisata, perikanan dan kelautan, butuh afirmasi kebijakan melalui sharing program dan anggaran yang memadai, berkelanjutan, sembari monitoring dan evaluasi (monev) menyeluruh dampak program terhadap masyarakat Pulau Gebe.

“Karena sejauh ini, saya mengamati semua tanggung jawab itu dipikul sendiri oleh Pemda Halteng. Padahal pemerintahan di level atas tidak seharusnya lepas tanggung jawab membangun masyarakat Gebe. Program pelayanan penerangan melalui jaringan dan listrik misalnya, Pemprov harusnya juga proaktif untuk itu,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *