Ternate, HN – Direktur Eksekutif Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela, mengatakan pemerintah harus semakin mempertegas fungsi pengawasannya terhadap investasi pertambangan di Maluku Utara, terutama pada wilayah pulau-pulau kecil.

“Sebab dilihat dari fakta lingkungan dan degradasi lingkungan akibat investasi pertambangan menyebabkan terjadinya kerusakan ekologi begitu masal,” ucap Faisal Ratuela pada Workshop ‘Krisis Iklim dan Ancaman terhadap Pulau-Pulau Kecil Maluku Utara’ yang dibuat Perkumpulan Pakativa di Benteng Oranje, Ternate, Jumat, 28 Oktober 2022.

Ia menjelaskan, pihaknya menemukan berbagai keluhan dari warga, terutama wilayah yang berada di kawasan pertambangan, seperti di Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan.

“Walhi temukan di Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan, bahwa warga menyampaikan langsung terkait air sungai yang dulunya bisa dikonsumsi sekarang tidak,” ungkapnya.

“Negara harus berani memaksa korporasi untuk bertanggungjawab atas kerusakan dan kontribusinya terhadap krisis iklim disertai memulihkan kerusakan lingkungan yang telah mereka lakukan,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Penataan PPLH DLH Maluku Utara, Wajihuddin Fabanyo, dalam kesempatan itu menyebutkan, perubahan iklim ini karena terjadinya degradasi lingkungan dan eksploitasi hutan skala besar dengan tujuan peningkatan ekonomi.

“Kita juga harus akui, bahwa kegiatan pertambangan dan pembongkaran hutan yang dilakukan ini untuk kepentingan manusia. Namun, harus diingat bahwa jika tidak dikelola secara baik, maka akan berdampak buruk bagi manusia dan alam,” ucap Wajihuddin.

Ia mengaku, pemerintah daerah saat ini berupaya mengecilkan dampak terjadinya kerusakan lingkungan, sebab pembongkaran hutan skala besar di Maluku Utara sudah terjadi secara signifikan dan nyata.

“Tapi, tidak semua aktivitas pertambangan dinilai buruk, sebab tambang juga penyumbang ekonomi terbesar di negara,” jelasnya.

Konsultan Penyuluhan Kehutanan di Dinas Kehutanan Maluku Utara, Syahril Hi. Adam, menjelaskan hutan Maluku Utara saat ini terancam mengalami kerusakan secara berkelanjutan karena adanya investasi pertambangan.

“Apalagi di Pulau Halmahera, sementara yang diketahui banyak pertambangan yang sudah ada, kemudian perluasan lahan juga telah dilakukan. Namun, kita akan tetap mengontrol,” kata Syahril.

Ia menambahkan, pihak tambang juga tidak hanya melakukan perluasan lahan, tapi mereka juga melakukan pemulihan dan penghijauan.

“Untuk mengurangi angka deforestasi merupakan suatu hal yang paling utama dilakukan saat ini, sehingga selaku pemerintah kita akan tetap melakukan pengontrolan, dan upaya-upaya lain yang bisa membatasi terjadinya kerusakan hutan,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *