Kicauan burung terdengar bergantian. Seperti di hutan Halmahera, Maluku Utara. Tapi tunggu dulu, kicauan itu tak berasal dari sana. Suara itu bersumber dari alat elektronik kecil di sudut ruangan salah satu bangunan di Benteng Oranje, Ternate.
Foto-foto berbagai jenis burung itu terpajang rapi di setiap sisi bangunan. Setiap sudutnya diatur berdasarkan jenis dan kategori endemik. Seperti yang terlihat kala memasuki ruangan pertama di sisi kanan, tampak burung endemik Bidadari Halmahera terpajang dengan ciamik.
Sementara di sisi sebelahnya tampak beberapa jenis burung seperti paruh bengkok atau Kakatua, gagak, dan Kasturi Ternate. Saat masuk ke bagian tengah, lebih banyak jenis lagi yang dipamerkan secara artistik.
Pemandangan indah itu terlihat pada kegiatan Pameran Fotografi Avifauna yang difasilitasi Magazine Art Space, Jumat, 28 Oktober 2022. Pameran bertema ‘Burung-Burung Indah Maluku Utara’ ini akan berlangsung selama tiga hari.
Karya-karya tersebut adalah milik Akhmad David Kurnia Putra atau akrab disapa David. Ia adalah seorang polisi hutan di Balai Taman Nasional Aketajawe yang menggemari dunia fotografi. Bekerja di instansi tersebut sudah sejak tahun 2009.
Kurator dari Magazine Art Space, Fadriah Syuaib, kepada halmaheranesia menuturkan, pameran ini merupakan kegiatan keenam yang dibuat pihaknya. Namun, ini adalah pameran pertama untuk fotografi.
“Karya fotografi ini karya tunggalnya Pak David, kurang lebih sekitar 56 karya foto dengan berbagai jenis burung. Kami dari Magazine Art Space sebagai penyedia tempat, memfasilitasi Pak David menyampaikan hasil karyanya melalui fotografi,” ucap Fadriah.
Ia mengatakan, secara pribadi belum banyak mengetahui tentang burung-burung di Maluku Utara. Tapi, dengan adanya kegiatan seperti ini, tentu sangat edukatif, memberikan informasi terkait keanekaragaman burung-burung.
“Jadi kita tidak hanya membantu menata secara artistik, tapi kita juga membuat e-katalog sebagai referensi, barangkali lewat itu kawan-kawan bisa baca di e-katalog, disajikan dengan cukup baik sekali,” ucapnya.
Menurutnya, karya-karya David tidak hanya menyajikan keindahan, tapi juga kehilangan, yakni bagaimana burung-burung itu secara esensial seperti berbicara melalui visual tentang kehilangan dan kepunahan tempat-tempatnya.
Sementara itu, David bercerita, pameran fotografi ini adalah media untuk memperkenalkan harta karun Maluku Utara berupa keanekaragaman hayati.
“Maluku Utara itu tidak hanya terkenal dengan cengkih, pala, atau hasil bumi lainnya atau pertambangan, tapi satwa liarnya, faunanya sungguh luar biasa,” kata David.
David mengaku, dalam kegiatan ini ada sekitar 30-an jenis burung yang dipajang. Beberapa karyanya difoto sejak tahun 2016. Semua burung ini difoto di Halmahera dan yang paling terjauh menurutnya saat memotret burung Junai Emas di Pulau Jiew, Halmahera Tengah.
“Junai Emas (termasuk sulit untuk difoto). Burung itu sangat sulit dijumpai, kecuali di Pulau Jiew di bulan-bulan tertentu,” ungkap pria 38 tahun tersebut.
Hutan Maluku Utara Penyumbang Burung Endemik
Ia berkisah, saat berburu foto dan bisa menghasilkan karya-karya indah ini, sungguh tidak mudah. Pengalaman mengabadikan setiap momen unik dan menarik dari gerak-gerik burung selalu saja ada dramanya.
“Luar biasa pengambilan foto satwa liar itu sangat menarik, harus sabar, kadang lupa memori, lupa baterai, padahal sudah di lokasi, sudah digigit nyamuk, harus manjat pohon, harus nahan senyum, ketawa, nahan suara biar burungnya tidak kaget, pokoknya luar biasa,” kata David lalu tertawa.
Kendati begitu, semua rasa sabar yang dihadapinya saat berburu foto selalu saja terbayar lunas. Beberapa burung pun dapat dijumpai dengan mudah. Seperti salah satu burung endemik yang sudah menjadi ikon Maluku Utara, yakni burung Bidadari Halmahera.
“Karena burung Bidadari Halmahera itu hanya di situ terus, jadi besok mau ke sana pasti ketemu. Saya setiap masuk hutan sebulan sekali pasti ketemu,” ungkap pria asal Tuban, Jawa Timur ini.
Ia menjelaskan, Maluku Utara termasuk salah satu penyumbang burung endemik terbesar di Indonesia.
“Endemiknya kurang lebih 40-an. Jenisnya (maaf) kalau tidak salah sekitar 300-an di Maluku Utara. Maluku Utara salah satu penyumbang terbesar (burung endemik) di Indonesia, sekitar peringkat tiga atau empat,” ucapnya.
Sekadar diketahui, dilansir dari BirdLife Indonesia Association pada tahun 2022, mencatat ada sekitar 1.818 spesies burung yang hidup di Indonesia.
Total jumlah spesies burung yang dimaksud terdiri dari 556 spesies burung berstatus dilindungi, 534 spesies endemik, 462 spesies terbatas.
David menambahkan, sejauh ini pihaknya belum melakukan riset mengenai populasi atau tingkat kepunahan burung di Maluku Utara. Namun, keberadaan burung di suatu tempat juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan perburuan.
“Satwa liar itu bergerak bebas, mereka sering pindah (karena faktor cuaca juga). Kalau burung-burung seperti paruh bengkok (memang) kerap ditangkap, dijual, itu yang sulit,” katanya.
Ia berharap, semoga hutan Maluku Utara tidak terjadi krisis suara atau kicauan burung. Hal itu karena keberadaan burung di hutan sangatlah penting.
“Misalnya ketika kita masuk (hutan) suara burungnya sudah tidak ada, itu akan berdampak lama, mungkin bisa terjadi kepunahan karena tidak ada yang menyerbukan pohon, tidak ada yang membawa biji-bijian di hutan, jadi harapannya semoga hutannya masih tetap terjaga, sehingga keanekaragaman hayatinya tetap bertahan,” pungkas David.