Ternate, HN – Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate melalui BP2RD telah menyepakati pungutan pajak di kawasan lapak Kelurahan Mangga Dua.

Hal itu disampaikan Kepala BP2RD Kota Ternate, Jufri Ali, saat rapat bersama dengan pedagang di Aula Lantai 2 Kantor Wali Kota Ternate, Rabu, 19 Oktober 2022.

“Kami lihat di situ dari sisi aturan, ada aktivitas, ada objek, ada subjek ada juga pelayanan, jadi kami harus lakukan pungutan,” sambungnya.

Ia menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dinas terkait dan direncanakan tahun 2023 akan dilakukan penataan, sehingga untuk 54 pedagang yang berjualan harus didata ulang.

“Jadi, sistem pungutannya untuk warung makan yang menyediakan tempat, kami menggunakan nota pesanan atau per bulan, sementara untuk pedagang pentolan dipungut per hari,” ucapnya.

Meski begitu, lanjut Jufri, banyak pedagang rumah makan yang menginginkan sistem pungutannya harian, sebab mereka merasa agak kesulitan jika membayar pajaknya dalam per bulan.

“Jadi ini tidak membebani para pedagang, tapi para pengunjung yang akan menjadi beban, kenapa karena para pengunjung selain datang pesan minum atau makan, mereka juga wajib bayar pajak senilai Rp 2.000 ribu di lokasi tersebut,” jelasnya.

Jufri menyebutkan, skema dan besaran pungutannya tergantung omzet para pedagang, namun telah disepakati tarif pajaknya sebesar 10 persen.

“Sehingga kalau pendapatan pedagang Rp 100 ribu kemudian dikalikan tarif pajak 10 persen maka hitungannya 10 ribu per hari,” ungkapnya.

Sementara itu, salah satu pedagang saat ditemui mengaku khawatir jika pajak dibebankan ke pihak pengunjung, karena akan mengurangi pendapatan.

“Kalau seperti itu, banyak pengunjung yang bakal protes, kalau sudah protes kita akan kehilangan para pengunjung,” ucap pedagang yang enggan menyebut namanya.

Ia menginginkan, besaran pajak mestinya ditetapkan sesuai kebutuhan per bulan. Kalau keputusannya per bulan Rp 300 ribu, maka harusnya ditetapkan seperti itu saja.

“Supaya kita tahu, oh ternyata pajak per bulan untuk kawasan ini besarnya seperti ini, sehingga tidak membingungkan para pedagang,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, sebelumnya lokasi ini sempat diminta oleh pihak DPRD Kota Ternate untuk tidak melakukan pungutan pajak. Hal itu berdasarkan rekomendasi dari Ombudsman Maluku Utara karena lokasi tersebut masuk area yang dilarang untuk berjualan. Jika ada pungutan, maka hal itu masuk sebagai pungutan liar (pungli).

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *