Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mengenal diri dan juga membentuk moralitas seseorang. Pendidikan juga menjadi cerminan seseorang itu dihargai dalam kehidupan sosial. Sementara moralitas menjadi tolak ukur seseorang dalam pendidikan, sebab dia diyakini memiliki pendirian, pengetahuan serta karakter yang baik.

Namun, terkadang yang kita temui di era modern saat ini dengan lajunya arus globalisasi, teknologi dan juga pembangunan yang mengiring kita pada karakter individualistik yang begitu masif, pendidikan dan moralitas tak lagi memiliki keseimbangan.

Orang-orang sering memprioritaskan pendidikan agar terlihat tinggi derajatnya dalam status sosial, sehingga moralitas dianggap semacam mainan anak kecil yang tak perlu bagi orang-orang dewasa.

Dahulu, pendidikan digunakan sebagai proses mengenali hekekat manusia, atau seperti yang dimaksudkan oleh Paulo Freire, “Pendidikan itu untuk memanusiakan manusia agar lebih manusiawi”.

Berbeda dengan pedidikan hari ini, terlalu menekankan pada aspek kompetisi dan dominasi sehingga nilai-nilai individualistik yang mengabaikan solidaritas sosial masih kuat mengakar dalam lembaga pendidikan maupun di ruang-ruang sosial.

Seperti yang disampaikan Noam Chomsky, “Bahwa, seluruh paradigma dominatif dan kompetitif dalam pendidikan dapat diringkas dalam satu kalimat berikut, yakni pendidikan yang terfokus untuk mencapai prestasi, memperoleh kekayaan, dan melupakan semua kecuali dirinya sendiri”.

Khususnya di Indonesia, orang-orang percaya bahwa pendidikan mampu mengubah status sosial keluarga di dalam masyarakat, sebab yang terpikirkan adalah kerja, sukses, dan membahagiakan keluarga, padahal ini merupakan doktrin yang dibawa oleh bangsa kolonial Belanda pada masa penjajahan.

Pendidikan mestinya memeluk dan memahami paradigma pendidikan yang humanistik agar sejalan dengan pemikiran Noam Chomsky, “Bisa menciptakan manusia-manusia yang terbebas dari pola pikir menguasai (dominasi) dan hanya mengumpulkan harta serta kuasa semata”.

Paradigma dominatif dan kompetitif inilah yang menciptakan ketidakseimbangan pendidikan dan moralitas di era modern saat ini.

Padahal moralitas merupakan satu hal yang sangat penting. Berbeda dengan sistem totalitarian religius, yang menginginkan terciptanya manusia-manusia yang tunduk dan patuh pada doktrin-doktrin religius yang sering kali bersifat eksklusif dan tradisional, atau sistem kapitalisme pasar bebas yang menginginkan terciptanya manusia-manusia yang menjadikan uang dan daya beli sebagai satu-satunya ukuran kemanusiaan seseorang.

Keduanya menjajah kebebasan dan menciptakan penderitaan dalam hidup manusia. Pendidikan di dunia (khususnya Indonesia) haruslah menyadari pengaruh dua hal tersebut serta bersikap kritis terhadapnya (baca, Reza A.A Wattimena, Demokrasi, Dasar Filosofis dan Tantangannya).

Dalam pendidikan, moralitas harusnya menjadi dasar untuk memahami humanistik atau kemanusiaan, agar manusia mampu membebaskan manusia yang lain dari cara berpikir yang individualistik.

Ini artinya pendidikan tidak menjamin moralitas seseorang, melainkan moralitas sendiri dibentuk pada tiap individu masing-masing.

Menurut Hassan Hanafi moralitas dalam Islam bukan hanya merupakan pengetahuan tentang baik dan buruk dikaitkan dengan epistemologi, melainkan keberadaan moralitas itu sendiri dalam perilaku, yang berarti ontologi.

“Di dalam moralitas ada nilai tauhid yang kita temukan, misalkan premis-premis moralitas kepada kemanusiaan dan menyadarkan manusia kepada dunia nilai, moralitas yang muncul dari tauhid tidak hanya sekadar deskripsi teoritis manusia ideal, akan tetapi begitu kondisi ideal itu direalisasikan, maka etika individual telah ditransformasikan ke dalam etika dunia ( Baca: Hassan Hanafi, Cakrawala Baru Peradaban Global).

Memahami moralitas tidak membuat seseorang menjadi suci atau saleh, tapi lebih ke keterlibatan dalam persoalan-persoalan dunia atau kemanusiaan, dengan berbuat dan melakukan perubahan di dunia. Itulah kenapa keseimbangan anatara pendidikan, pengetahuan, dan moralitas merupakan satu keniscayaan yang harus dipegang dalam kehidupan, agar manusia terbebas dari cara berfikir duniawi atau individu.

Pendidikan hari ini tidak lagi menjadi cerminan pembebasan manusia terhadap sistem kekuasaan yang menindas, justru pendidikan hari ini lebih banyak menghadirkan dehumanisasi, yang membuat manusia tunduk dan patuh pada setiap kebijakan yang dibuat oleh kekuasaan.

Di satu sisi orientasi pendidikan yang lebih besifat dominatif, kompetitif serta mengabaikan humanistik yang kemudian berpengaruh terhadap krisis moralitas saat ini, yang menjadi faktor manusia terjebak dalam sistem kapitalisme yang konsumtif.

Sudah seharusnya menjadi satu hal yang mestinya punya solusi untuk menjawab tantangan dunia ke depannya. Kita terlalu mengaggungkan status sosial dalam kehidupan sehingga kita lupa bahwa, kita sendiri telah membunuh moralitas dan juga kemanusiaan (humanistik) itu sendiri. (*)

Bagikan:

Irfandi R. Mansur

Kamerad Gamhas & Mahasiswa IAIN Ternate

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *