Ternate, HN – Seorang warga yang juga merupakan dai asal Ternate, Maluku Utara, Ruslan Taher Sangadji, menilai keputusan pemerintah kota terkait penetapan salat Iduladha yang berbeda dengan pemerintah pusat sudah menyalahi aturan.

Seperti diketahui, pemerintah pusat sebelumnya telah menetapkan hari raya Iduladha jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022. Namun, pada Senin, 4 Juli 2022 tadi, Pemerintah Kota Ternate bersama sejumlah pihak memutuskan salat Iduladha jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.

“Saya berpikir, bapak-bapak telah salah kaprah dengan keputusan tersebut. Pasalnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Agama RI, berdasarkan hasil sidang Isbat, telah memutuskan pelaksanaan hari raya Iduladha di Indonesia. Dan itu dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan pada hari Ahad, 10 Juli 2022,” kata Ruslan Taher Sangadji.

Mantan Ketua AJI Palu ini mengatakan, keputusan pemerintah itu sudah berdasarkan pada hitungan dengan menggunakan dua metode yang tidak terpisahkan, yaitu metode hisab (perhitungan astronomi) dan metode rukyat (melihat langsung keberadaan hilal).

Perhitungan dengan menggunakan metode tersebut, kata dia, tentunya telah dilakukan oleh para pakar dan ahli di bidangnya.

“Dan itu tidak berdasar pada keinginan orang per orang atau lembaga tertentu,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, dari hasil hitungan itu, kemudian disepakati bersama sehingga pemerintah pusat pun menetapkan pelaksanaan Iduladha 2022 tepat pada Minggu, 10 Juli 2022.

“Namun sangat disayangkan, Pemerintah Kota Ternate dan para pihak di Kota Ternate, Maluku Utara, justru menetapkan sendiri pelaksanaan hari raya Iduladha yang tidak mengacu pada keputusan pemerintah pusat,” ungkapnya.

Ia mengaku, padahal untuk urusan keagamaan, termasuk penetapan hari besar dan hari raya keagamaan, itu menjadi kewenangan pemerintah pusat yang tidak diserahkan kepada pemerintah daerah.

“Pemerintah Kota Ternate seharusnya paham, bahwa otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, esensinya adalah kemandirian pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Atas dasar itu, lanjut dia, pemerintah pusat menyerahkan wewenangnya atau desentralisasi kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka NKRI.

Meski begitu, kata Ruslan, ada lima kewenangan yang tidak diserahkan kepada pemerintah daerah, yaitu politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional, dan agama.

Ia lantas mempertanyakan atas dasar apa Pemerintah Kota Ternate memutuskan pelaksanaan hari raya Iduladha jatuh pada hari Sabtu, 9 Juli 2022.

“Apakah penetapan itu dengan metode sendiri, mengikuti keinginan lembaga tertentu atau atas keinginan orang per orang? Wali Kota Ternate perlu menjelaskan ini kepada publik, agar tidak melahirkan penafsiran yang bias di tengah-tengah umat,” tegasnya.

“Sebagai warga Ternate di perantauan, saya meminta kepada Wali Kota Ternate agar tidak membuat keputusan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Pemerintah Kota Ternate sangat berdampak pada adanya perpecahan umat di Kota Ternate,” sambungnya.

Ia juga secara tegas meminta Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Ternate untuk tidak ikut-ikutan menyepakati keputusan tersebut.

“Seharusnya Kepala Kantor Kemenag Kota Ternate, tidak ikut-ikutan menyepakati keputusan tersebut, karena Anda bukan bawahan Wali Kota Ternate, tetapi Anda adalah pegawai vertikal yang langsung dibawahi oleh Menteri Agama RI,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *