Harum cengkih menyeruak di sela-sela dedaunan. Aroma rempah itu berasal dari gelas kopi dan teh. Wangi tanah sehabis hujan pun terhirup ke ujung hidung. Suasana ini bukan di kebun atau perkampungan, tapi di jantung Kota Ternate, Maluku Utara.
Jenggala Raya, nama kedai kopi ini. Berlokasi di Kelurahan Toboko. Seperti arti namanya, tempat ini berbeda dengan kedai yang bernuansa industri atau perkotaan. Menikmati kopi di sini seperti meneguknya di tengah rimba atau kebun.
Rustam, salah satu perintis kedai kopi ini kepada halmaheranesia bercerita, mulanya bersama ketiga rekannya, yakni Adrian Mantara, Sukardi, dan Dedi, pada tahun 2021 hanya menjadikan lokasi ini sebagai tempat nongkrong biasa.
“Saat itu musim pandemi Covid-19, jadi anak-anak biasa duduk di depan jalan, kalau ada razia penertiban, biasa lari ke sini. Terus ada pikiran kalau bajual (jualan) kopi di sini, kayaknya ada prospek,” ucap Rustam, awal Juni 2022.
Saat menjual kopi selama dua bulan, tempat ini belum memiliki nama. Namun, pernah ada usulan untuk dinamakan Balai Rakyat.
“Tapi dia (Adrian) ini kasih nama Jenggala karena lokasi ini awalnya bautang (banyak pohon-pohon dan semak-semak),” ucapnya.
Rustam mengaku, lahan milik Haji Nasrun ini dulunya merupakan lokasi galangan kapal.
“Dan kerap jadi tempat negatif, jadi dengan adanya ini tong (kami) ingin buat kegiatan positif,” kata mantan Ketua Pemuda Toboko ini.
Semua fasilitas yang ada di kedai ini juga dibuat dari bahan seadanya saja. Modal awal membuka usaha pun hanya Rp 300 ribu.
Sementara ide kopi bercita rasa tradisional bukan karena konsep yang sudah dipikirkan sejak lama, justru karena keterbatasan modal dan semangat menjadikan tempat ini untuk menyambung silaturahmi para pemuda.
“Intinya awal itu yang penting ada (jual) kopi sambil nongkrong di sini. Tapi ternyata peminat kopi biasa dan rempah ini juga banyak,” ucapnya.
Harga minuman di Jenggala Raya memang sangat terjangkau, yakni dari Rp 6 ribu hingga Rp 15 ribu.
Ruang Kopi Literasi
Singkat cerita, mereka kemudian membersihkan salah satu bangunan tua yang berada tepat di sekitar kawasan kedai. Bangunan ini bekas bengkel dan mes para pekerja.
Bangunan tersebut lalu dimanfaatkan sebagai perpustakaan dan ruang ngopi. Rustam mengaku, semangat membuat perpustakaan ini karena ingin berkontribusi pada minat baca atau literasi di Ternate.
Namun, seorang teman dari Pulau Halmahera, yakni Apoel, datang dan memberikan saran agar perpustakaan tersebut tak dibiarkan sunyi.
Apoel menyarankan supaya ada program-program literasi yang turut menyertai keaktifan perpustakaan.
“Apoel dia kasih masukan perpustakaan ini kayaknya kurang efektif kalau tidak ada program-program, karena literasi tidak cukup dengan buku-buku, dengan warung kopi pun sudah membangun ruang literasi,” tukasnya.
Akhirnya, saat ini Jenggala Raya, kedai dengan tagline ‘Ruang Kopi Orang Biasa’ ini setiap pekan atau bulan kerap menghadirkan sejumlah program, seperti sharing session yang membahas banyak hal, dari filsafat, sastra, hingga geologi.
Tempat ini aktif dibuka pada malam hari. Biasanya sekitar pukul 19.00 pengunjung sudah mulai berdatangan.
Kendati berada di jantung kota yang padat rutinitas, suasana rimbun pepohonan dan beratapkan langit membuat pengunjung seperti menikmati kopi di kampung, kebun, atau halaman rumah. (*)