Ternate, HN – Peneliti dari Maluku Utara, Masri Karim, mengungkapkan bahwa masalah kerusakan lingkungan di Maluku Utara tak terlepas dari peran para elite dan pejabat di daerah.

“Penyebab kehadiran 124 IUP ini memiliki relasi dengan para elit di daerah ini, jadi ada keterlibatan pihak pemerintah bersama pihak perusahaan dalam kerusakan lingkungan ini,” ucap Masri, dalam diskusi yang dibuat WALHI Maluku Utara pada Minggu, 5 Juni 2022, dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Ia mengatakan, kasusnya seperti yang terlihat di wilayah Halmahera Tengah. Kerusakan lingkungan di daerah itu karena tak terlepas dari kebijakan pejabat daerahnya.

“Masalah ini saya cenderung bicara di wilayah Halmahera Tengah, bahwa ada sebagian kepala daerah turut andil merusak lingkungan di sana,” ungkapnya.

Mahmud Mici, yang juga selaku narasumber dalam diskusi tersebut mengatakan, saat ini posisi media juga memiliki peran penting dalam menyoroti kasus kerusakan lingkungan di daerah.

Namun, jurnalis senior ini menyarankan agar para pekerja media juga harus banyak membaca referensi atau hasil riset dan penelitian.

“Jadi karena ini liputan sains, maka seorang jurnalis juga harus banyak membaca jurnal, membaca hasil riset, dan melakukan penelitian,” ucap Mahmud Ici.

Ia mengatakan, media massa saat ini semestinya memiliki konsentrasi terhadap masalah lingkungan untuk disampaikan ke publik.

“Tapi untuk masalah lingkungan ini bukan hanya kerja media, teman-teman mahasiswa, kalangan akademisi, NGO, dan individu-individu lain juga harus melibatkan diri untuk bicara lingkungan,” ucapnya.

Sementara itu, Agusmawanda, akademisi UMMU menambahkan, jika bicara tentang politik lingkungan, maka ada tiga hal yang sangat penting untuk dibahas, yakni pengelolaan sumberdaya manusia, sudut pandang ekonomi, dan etika lingkungan.

“Jadi, masalah ini sangat penting jika pengelolaan lingkungan itu terletak pada hasil riset dan pengetahuan kita pada lingkungan, begitu juga dengan sudut pandang ekonomi dan pengetahuan kita tentang etika lingkungan,” kata Agusmawanda.

Selain itu, kata dia, hadirnya IUP dengan dalil pembangunan dan kesejahteraan ini, patut dipertanyakan apakah sudah memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat atau tidak.

“Karena percuma banyaknya izin pertambangan tapi tingkat kemiskinan masih tinggi. Sementara lingkungan kita dan SDA kita melimpah,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *