Pada pemilu sampai terbentuknya Badan Pengawasan Pemilu, tentunya diharapkan dapat mewujudkan proses penyelenggaraan pemilu dilakukan secara jujur, adil, dan demokratis.
Dengan demikian, aspirasi serta kemerdekaan rakyat dapat tersalur melalui pemilihan umum tanpa ada paksaan intimidasi dan diskriminasi. Tentunya setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu akan diberikan hak yang sama.
Selama ini, badan pengawas pemilu dibentuk untuk mengawasi pemilu, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi, kita bahkan hampir tidak pernah bersih dari pelanggaran pemilu.
Pelanggaran pemilu sering terjadi di berbagai tingkatan seperti pelaksanaan lapangan, perencanaan dan persiapan. Pelanggaran tersebut bisa kita lihat di pemilu sebelumnya. Misalnya, soal politik uang, rekapitulasi di tingkat KPPS, PPS, PPK, dan KPU, penggelembungan suara, pencoblosan lebih dari satu kali dan data fiktif.
Hal demikian memberi kita pertanyaan ‘Siapa yang Mengawasi Pengawas Pemilu?’ Jika saja pengawas pemilu mengawasi proses, tahapan, pelaksanaan dan juga para kontestan pemilu, siapa yang mengawasi dia juga tidak ada yang tahu.
Bahkan ada prototipe di kalangan masyarakat beredar bahwa, mereka hanya bisa memilih tapi yang menentukan terpilih dan tidaknya adalah penyelenggara pemilu.
Hal ini sangat disayangkan bahwa kedaulatan rakyat bergantung pada keberpihakan dan kepentingan kelompok. Jadi bisa disimpulkan bahwa, “pemilu itu merupakan sebuah proses dimana masyarakat dipilihkan bukan memilih”.
Integritas penyelenggaraan pemilu adalah hal yang paling diutamakan dalam mendorong pemilu yang lebih bermartabat. Kualitas penyelenggara menjadi sebuah ukuran kualitas terselenggaranya pemilu itu sendiri.
Selanjutnya didorong dengan penguatan hukum sebagai payung untuk melindung pemilu dari perilaku-perilaku mafia pemilu. Sudah barang tentu tidak hanya penyelenggara, tetapi seluruh rakyat juga harus menjadi aktor lapangan. Mengawasi dan mengawal hingga proses pemilu selesai.
Sebagaimana tuntutan pemilu, publik/masyarakat dituntut untuk berperan aktif dalam menciptakan proses pemilu yang kredibel dan bersih. Hal itu tersalur melalui keterlibatan dalam pengawasan pemilu sebagai bagian kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Namun, sering saja terjadi penyimpangan ketika tahapan selanjutnya berjalan. Dalam konteks inilah kemudian partisipasi masyarakat yang pada mulanya menjadi penting untuk menciptakan kualitas pemilu yang baik menjadi buruk karena belajar dari hal itu.
Dengan demikian, penyelenggara pemilu juga harus benar-benar diawasi. Rakyat juga harus diawasi. Sebab mafia pemilu adalah satu-satunya musuh demokrasi sebenarnya.
Mafia pemilu itu bisa saja dari masyarakat, penyelenggara pemilu, birokrasi, politisi atau kita sebut saja oligarki.
Ketidakpedulian yang Fatal
Ketidakpedulian adalah sebuah sikap fatal, apalagi di pemilu. Salah satu ruang kecurangan adalah administrasi dimana berita acara adalah syarat formal pemilu yang menentukan sah dan tidaknya.
Biasanya, pemilih sering acuh dan masa bodoh setelah mencoblos, ini adalah ruang kecurangan. Bisa saja terjadi kompromi. Pemilih yang mengabaikan suaranya di kotak suara adalah sebuah perilaku fatal.
Kita bukan mencurigai orang lain, tetapi setiap orang harus mengawal suaranya masing-masing. Dengan demikian, setiap orang adalah pengawas bagi suaranya sendiri.
Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, kecurangan pemilu yang dapat melahirkan KNN sungguh memberikan kita pelajaran sangat berharga bagaimana melakukan transformasi dari pengetahuan menuju kebijakan, dari cara berpikir empirik-teoritis ke cara berpikir strategis, dari kerja akademik ke kerja praktik lapangan.
Kalau rakyat dan seluruh elemen pelaksanaan pemilu tidak menggunakan kekuatan kepeduliannya untuk peka terhadap masalah-maslah kepemiluan, maka rakyat juga tidak berdaulat, dan sistem kecurangan juga tidak akan berubah. Mafia pemilu akan menjadi lebih kuat, dan demokrasi kita dipenggal.
Kiranya banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mengantarkan dan mendaratkan kesadaran pemilu sampai ke level paling bawah. Bukan hanya sekadar menjadi partisipasi pemilih tetapi juga menjadi pengawas pemilu paling independen.
Bagaimanapun tetap diperlukan agar setiap orang bisa memahami secara kontekstual bahwa “satu suara menentukan nasib dan masa depan bangsa” secara utuh dan tidak hanya dipahami semata bersifat normatif-preskriptif, artinya sebagai pemilih yang datang coblos lalu pulang dan tidak lagi peduli terhadap suara yang ia salurkan di kotak suara, lalu suarnya direkayasa dan dimanipulasi secara administratif.
Jika demikian, ada hak yang dirampas dan ada pula yang terdzolimi di situ. Tentunya rakyat adalah pengawas sejati, terlepas dari lembaga yang dibentuk secara normatif.
Undangan-Undang pemilu dan strategi pemilu kita saat ini menuju pada tahapan akan sempurna diharapkan akan mampu memberikan harapan yang besar bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan di masa akan datang, semoga juga tersegerakan juga menjawab berbagai permasalahan di desa yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, serta memulihkan basis penghidupan masyarakat desa dan memperkuat sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri.
Dengan demikian, seluruh komponen dan elemen strategis harusnya menyadari benar bahwa pemilu adalah amanah menjalankan mandat dan penugasan beberapa urusan yang diberikan, serta menjadi ujung tombak dalam setiap pelaksanaan pembangunan bangsa. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan proses modernisasi, globalisasi, dan demokratisasi yang terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya.
Sebagai informasi bersama, pemilu adalah fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang. Di samping itu, pemilu yang sanggup membuat rakyatnya benar-benar berdaulat dan berada pada posisi subjek, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena akan menentukan format Pemilu yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal, serta merupakan instrumen Untuk membangun visi menuju kehidupan Demokrasi baru yang mandiri.
Pada akhirnya bangsa Indonesia dengan sejumlah warisan dan pelajaran kemiskinan, HAM, sosial-budaya, politik dan lainnya akan terselesaikan dengan menjaga kualitas pemilu kita dengan baik. Sebab pemilu menjadi pintu masuk untuk menentukan pemimpin baik di pusat hingga daerah dan wakil rakyat yang benar-benar lahir dari kedaulatan rakyat seutuhnya tanpa campur tangan oligarki dan mafia pemilu. (*)