Laor atau cacing laor (eunice viridis) adalah salah satu biota perairan yang lumayan diminati di Maluku Utara. Bagi beberapa orang tidak biasa dengan teksturnya, tapi bagi sebagiannya, cacing laut ini sangat nikmat untuk disantap.
Rahmi, warga Tobelo, Halmahera Utara, mengaku tekstur laor mirip dengan telurnya ikan. Proses memasaknya pun beragam, tergantung selera.
“Mirip ikan punya telur, kayak butiran-butiran begitu, biasa cuma tumis (masak) dengan rampah, seperti rica, bawang merah, bawang putih juga so (sudah) enak,” kata Rahmi.
Ia mengatakan, ada juga yang dibuat dengan tekstur sambal dari laor yang sudah diasapi. Bahkan bisa juga membuatnya dengan bahan yang sama saat memasak kuliner ayam paniki.
Selain itu, ada juga yang mengasapinya setelah dibungkus dengan daun sagu, ada juga yang digoreng, bahkan bisa mengolahnya seperti membuat gohu ikan. Sementara makanan pendampingnya bermacam-macam, bisa dengan nasi, pisang goreng, singkong, ubi, atau sagu.
Uniknya, cara berburu laor ini tidak seperti biasa saat berburu biota laut lainnya. Pada waktu tertentu, utamanya saat matahari baru mulai terbit, warga pesisir sudah berbondong-bondong ke laut untuk menangkapnya.
Akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pasifik (Unipas), Kismanto Koroy, saat dihubungi halmaheranesia mengatakan, cacing laor merupakan salah satu biota perairan laut yang hidup pada perairan dangkal yang berbatu.
“Habitat asli cacing laor adalah batu karang. Terkait fenomena kemunculan cacing laor setiap tahun terdapat dua kali musim panen pada bulan April dan bulan Mei, yaitu pada umur bulan sekitar 20-21 hari,” ucap Kismanto.
Ia menjelaskan, di Maluku Utara sendiri terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya memanen dan mengonsumsi cacing laor, yaitu Pulau Morotai, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Kepulauan Sula.
“Penyebab kemunculan (blooming) cacing laor pada waktu tertentu memang belum diketahui pasti dipengaruhi oleh faktor apa, namun secara umum makhluk hidup termasuk biota perairan yang ada di laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan itu sendiri,” paparnya.
Ia mengatakan, pada penelitian lain menyebutkan bahwa kemunculan cacing laor karena akan melakukan perkawinan (swarming).
“Saat ini kami di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIPAS Morotai telah melaksanakan atau merancang riset untuk memetakan potensi sumberdaya yang ada di Pulau Morotai termasuk cacing laor,” pungkasnya.