Ternate, HN – Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, secara resmi membuka kegiatan ‘Pendampingan Pengembangan dan Diversifikasi Produk Melalui Pelatihan Teknik Menenun dengan Menggunakan Gedogan dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)’ di Benteng Oranje, Senin, 23 Mei 2022.
Tauhid dalam sambutannya menyampaikan, Kota Ternate merupakan daerah kesultanan yang memiliki banyak keunikan sejarah dan budaya, salah satunya berupa tenun.
“Kain tenun ikat itu jenis kain tua yang sudah dikenal di Indonesia sejak zaman dahulu kala. Hampir di setiap wilayah Indonesia memiliki kain tenunnya sendiri,” kata Wali Kota.
Menurutnya, kain tenun Ternate atau Koloncucu memang jarang didengar, namun kain yang dibuat dengan alat tradisional gedogan ini bagian dari peninggalan budaya yang termasuk langka.
Hal itu karena jumlah produksi kain tenun terus mengalami penurunan akibat kurangnya minat masyarakat untuk melestarikan dengan menjadi pengrajin tenun.
“Hal ini menjadi permasalahan dan tantangan bagi dinas teknis baik Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maupun dinas lainnya yang serumpun,” ucapnya.
Ia menjelaskan, langkah Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Ternate (Dekranasda) menjalankan program ini dan bekerja sama dengan Disperindag melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Kementerian Perindustrian RI Tahun 2022 harus diberikan apresiasi.
“Tujuan dan harapan ini dapat dicapai apabila semua stakeholder baik pemerintah daerah maupun mitra kerja pemerintah, yaitu Perbankan, BUMN, dan organisasi lainnya bersinergi untuk mewujudkan program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya produk lokal khas daerah agar menjadi ikon Kota Ternate,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dekranasda Kota Ternate, Marliza M. Tauhid, menyampaikan tenun Ternate atau Koloncucu adalah bagian dari warisan budaya yang sangat bernilai dan harus dilestarikan.
Menurut dia, keberadaan tenun Ternate bisa dikatakan hampir punah karena menyisakan empat penenun yang masih dalam satu ikatan keluarga.
“Tentunya hal ini membutuhkan perhatian semua pihak. Berbagai upaya pelatihan telah dilakukan oleh pemerintah, namun karena proses produksi yang cukup rumit dan membutuhkan waktu, ketelitian dan kesabaran sehingga kurangnya minat masyarakat, khususnya generasi milenial,” kata Marliza.
Ia mengatakan, untuk melestarikan dan mengembangkan tenun Ternate, maka harus dimulai dari regenerasi pengrajin tenun sehingga adanya peningkatan jumlah pengrajin.
“Jadi upaya membekali pengrajin-pengrajin baru dengan keterampilan menenun hingga teknik pembuatan motif khas Ternate, mengadaptasi teknik ATBM untuk meningkatkan jumlah produksi, mempercepat waktu produksi, dan menambah varian kain tenun sehingga lebih beragam,” pungkasnya.