Ternate, HN – Dalam rangka memperingati Hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2022, Walhi Maluku Utara, menggelar aksi unik di Landmark Kota Ternate.

Para aktivis lingkungan ini membentangkan sejumlah sikap, di antaranya ‘Selamatkan Hutan Gane’, ‘Halmahera Bukan untuk Tambang dan Sawit’, ‘Laut Kita Bukan Tempat sampah’, dan lainnya.

Massa aksi ini menggunakan atribut berupa APD berwarna putih dan kostum pemadam berwarna merah. Sementara perempuan mengenakan kaos hitam dipadu dengan kain bermotif batik serta tradisional.

Koordinator aksi Walhi Maluku Utara, Wahida Abd Rahim, mengatakan aksi dengan konsep seperti ini dalam rangka mengampanyekan alam Maluku Utara dalam kondisi kritis.

“Idealnya, sumber daya alam dikuasai dan dikelola oleh negara untuk dan atas nama rakyat. Alam milik bersama, bisa menjadi praktik sosial dalam mengatur sumber daya alam secara arif dan lestari bukan oleh negara atau swasta, tapi oleh komunitas warga asli atau masyarakat adat/lokal setempat,” ucapnya.

Menurutnya, kebijakan atau keputusan politik pemerintah yang terbentur dengan cita-cita keadilan akan menjadi malapetaka bagi kelestarian alam. Misalnya, Provinsi Maluku Utara sendiri tercatat mengoleksi 127 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luasan 686,268 hektar.

“Jadi, masifnya konsesi pertambangan tersebut tidak hanya berada di pulau besar layaknya Halmahera, namun juga menyebar hingga ke pulau-pulau kecil seperti Pulau Pakal, Mabuli, dan Gee di Halmahera Timur, Gebe di Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, Taliabu, dan Pulau Obi di Halmahera Selatan,” paparnya.

Wahida menjelaskan, Maluku Utara saat ini tengah berhadapan dengan perluasan industri perkebunan sawit di Gane, Halmahera Selatan.

Belasan Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) juga giat meratakan hutan di Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, dan Pulau Obi.

“Keberadaan industri tambang, sawit, dan konsesi hutan ini telah berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan Maluku Utara. Ragam kisah terkait perampasan lahan dan ruang produksi rakyat, hilangnya wilayah tangkapan nelayan, kriminalisasi dan intimidasi, termasuk juga deforestasi hutan, menjadi kian lumrah hari ini,” pungkasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *