Ternate, HN – Kegiatan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit ternyata menjadi penyumbang deforestasi atau penggundulan hutan di Maluku Utara.
“Deforestasi di dalam konsesi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit juga menjadi penyumbang terbesar penggundulan hutan di jazirah rempah-rempah ini,” ucap Direktur Perkumpulan Pakativa, Nursahid Musa, dalam Focus Group Discussion (FGD), di Ternate, Kamis, 21 April 2022.
Ia mengatakan, proses deforestasi itu melalui Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang lalai terhadap penilaian daya dukung lingkungan dan karakter topografi kewilayahan.
“Kegiatan pemanfaatan hutan dan peruntukan penggunaan kawasan hutan merupakan dinamika yang terjadi pada sektor kehutanan. Sebab terjadinya perubahan tutupan dari berhutan menjadi non hutan atau bahkan sebaliknya,” paparnya.
Ia mengatakan, semua itu tidak terlepas dari pengaruh keputusan politik maupun kepentingan pertumbuhan ekonomi negara yang mendorong terbitnya berbagai kebijakan pemerintah, terutama dalam hal pemberian izin.
Olehnya itu, kata dia, situasi krisis iklim global saat ini tentunya diperlukan upaya bersama antarpihak untuk meminimalisir kerentanan, salah satunya dapat dimulai dengan membangun forum komunikasi dan audiensi untuk integrasi data tentang perubahan kawasan hutan.
“Jadi perubahan fungsi kawasan maupun perubahan status dan peruntukan kawasan pada hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan dan Penggunaan Hutan Dinas Kehutanan Maluku Utara, Basyuni Thair, yang hadir sebagai pembicara dalam FGD tersebut memberikan apresiasi kepada Pakativa yang telah membuat forum diskusi tentang hutan.
“Forum diskusi seperti ini sangat penting untuk terus dilakukan. Olehnya kita harus apresiasi agar selalu terbangun diskusi menyangkut hutan,” kata Basyuni.
Ia menjelaskan, permasalahan kawasan hutan saat ini harus tetap dikawal melalui kebijakan pemerintah. Penggunaan ruang hutan di Maluku Utara saat ini diakuinya memang semakin tumbuh pesat.
“Kita tahu bahwa daerah kita begitu pesatnya investasi tambang sehingga banyak izin usaha pertambangan yang berada di dalam konsensi kawasan kita. Karena memang komitmen dari pemegang izin harus juga mendapatkan persetujuan izin dari kawasan hutan,” ucapnya.
Ia mengatakan, kerusakan hutan di Maluku Utara ini bukan ulah pemerintah daerah, tapi karena ada kebijakan pemerintah pusat.
“Misalnya, pada saat penetapan Maluku Utara sebagai sistem nasional di sektor proyek pertambangan, pemerintah hanya melanjutkan keputusan dari pemerintah pusat sesuai dengan Peraturan Presiden yang ada,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, FGD bertema “Diseminasi Informasi Deforestasi Hutan di Maluku Utara” ini dipandu langsung oleh jurnalis senior, Mahmud Ici, dan dihadiri oleh sejumlah pihak, baik organisasi lingkungan, instansi pemerintah, hingga pekerja pers.