Ternate, HN – Kuasa pemilik lahan untuk kawasan penimbunan di Kelurahan Fitu, Kota Ternate, Muhlis Adani, akhirnya menanggapi lanjut soal polemik izin dan aksi unjuk rasa yang dilakukan Gamhas.
Muhlis mengatakan, lahan yang dikuasakan kepadanya itu tercatat legal milik perseorangan atau pribadi dan memiliki sertifikat tanah dari Badan Pertanahan.
“Penimbunan ini kan saya beli tanah untuk timbun di lahan saya, jadi kalau mau dicek harus ke pemilik usaha (material timbunan) bukan ke saya. Saya kan punya sertifikat kepemilikan dan ini lahan saya,” ucap Muhlis, Rabu, 30 Maret 2022.
Berita terkait: Gamhas Desak Pemkot Ternate Perhatikan Nasib Warga Fitu
Berita terkait: Tak Ada Izin, Penimbunan di Fitu, Ternate, Masih Aman-aman Saja
“Saya timbun karena mau cari tahu saja sampai mana batas-batas ukuran lahan ini, supaya kalau kita mau jual nanti kita juga bisa tahu batas-batasnya. Di situ juga ada beberapa rumah warga juga sudah masuk di lahan kami, makanya kami lakukan timbun untuk tahu batas,” sambungnya.
Ia mengaku, ukuran lahan seluas 26.000 m³, tetapi hilang sekitar 3.000 m³. Meski begitu, dirinya mengaku tidak mempersoalkan hal tersebut. Sementara jumlah warga yang menempati lahan tersebut ada 30 KK.
Muhlis justru menuding ada provokator di balik aksi dan tuntutan warga. Sebab sejak dua tahun terakhir ini pemilik lahan sudah melakukan pendekatan secara kekelurgaan dan persuasif.
“Bahkan pemilik lahan bersedia ganti rugi atas tanaman sayur kangkung milik warga di lahan tersebut. Tetapi, warga menolak dan meminta ganti rugi yang nilainya tidak sesuai,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, di kawasan penimbunan memang ada sejumlah orang yang menargetkan bisa mendapatkan lahan untuk menanam kangkung dan lainnya. Sebagian orang itu, kata dia, ketika meminta ganti rugi, nilainya atau nominalnya sangat besar dan belum bisa dipenuhi pihaknya.
“Ini kan secara hukum mereka (warga) tidak ada hak, hanya kami lakukan dengan cara-cara persuasif kan. Hal ini sudah pernah dilaporkan ke pihak kepolisian karena langkah-langkah secara kekeluargaan sudah tidak bisa dilakukan. Saya bilang hal ini ada upaya untuk memeras torang (kami) dan ada yang memprovokasi,” tukasnya.