Ternate, HN – Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara akhirnya angkat bicara soal kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Kota Ternate.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Maluku Utara, Sofyan Ali, memaparkan sejak tahun 2015 hingga kini harga Tanda Buah Segar (TBS) sawit rata-rata naik lebih dari 20 persen per tahun.

Harga produk Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di pasar, kata Sofyan, juga cukup tinggi saat ini, ditambah kebijakan kandungan nabati bio disel yang terus meningkat dengan kandungan 30 persen (B30) serta permintaannya yang ikut naik.

“Naiknya harga diesel fossil juga mempengaruhi produsen untuk lebih mengalokasikan CPO untuk produksi produk bio diesel,” kata Sofyan, Rabu, 16 Maret 2022.

Ia mengatakan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan mengatur Domestic Market Obligation (DMO) untuk menjaga ketersediaan CPO dan Domestic Price Obligation (DPO) supaya membatasi harga dengan menetapkan Harga Eceran Tetap (HET).

Meski begitu, kata dia, penerapan kebijakan pemerintah ini masih tidak efektif. Hal ini ditunjukan dari data yang didapat pihaknya di lapangan bahwa kepatuhan terhadap HET di pasar masih rendah bahkan di pasar tradisional terjadi penurunan.

“Hal ini mengakibatkan para spekulan yang melihat adanya disparitas harga untuk mengambil peluang mendapatkan keuntungan sehingga memperparah kondisi yang ada,” ucapnya.

Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan ini, Ombudsman menyarankan pemerintah perlu mengefektifkan pengawasan terhadap kebijakan DMO atau DPO tersebut.

“Pemerintah dapat mempertimbangkan opsi untuk melepaskan DPO baik terbatas untuk minyak goreng premium dan kemasan sederhana saja, atau keseluruhan agar dapat mengembalikan ketersediaan minyak goreng di pasaran,” jelasnya.

Bagikan:

Iksan Muhamad

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *