RAMUAN tradisional telah berlangsung lama. Sejak dulu, orang-orang di dunia sudah menggunakannya untuk penyembuhan. Di Indonesia sendiri, ramuan seperti ini cukup populer.
Di daerah Jawa, mereka mengenal ramuan itu dengan jamu. Tradisi minum jamu dipercaya sudah ada sejak 1300 M. Ada banyak bahan yang dipakai untuk minuman ini. Namun umumnya, selalu menggunakan bahan dasar jahe, kunyit, temulawak, lengkuas, dan kayu manis.
Berbeda dengan Jawa. Maluku Utara sejak lama juga telah mengenal ramuan tradisional atau yang dikenal dengan rorano.
Secara turun-temurun, rorano digunakan untuk berbagai macam penyakit sekaligus untuk meningkatkan imunitas tubuh. Rorano diolah dari berbagai tumbuhan yang didapat dari hutan atau dibudidaya.
Dalam sebuah penelitian “Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Masyarakat Tobelo Dalam di Maluku Utara” yang dilakukan Siti Suarti, Mulyati Rahayu, dan Muhammad Fathi Royyani, menemukan cara orang Tobelo Dalam ketika mengobati orang sakit.
Hasil penelitian itu menunjukkan orang Tobelo Dalam telah memanfaatkan 60 jenis termasuk 54 marga dan 35 suku tumbuhan yang dipakai untuk tumbuhan obat. Mereka memanfaatkan tumbuhan seperti gorati (curcuma longa) untuk mengatasi penyakit seperti cacar.
Mereka juga memanfaatkan sirih (piper betel) untuk sakit dalam, kunyit atau gorati untuk sakit kulit, jahe atau gihoro (zingiber officinale) untuk sakit kepala, dan jambu biji (psidium guajava) untuk diare.
Sementara untuk menambah nafsu makan, mereka menggunakan behelo (cinnamomum macrophyllum Miq.). Akar atau batang dari behelo mereka rebus kemudian diminum. Orang-orang di Halmahera mengenal tumbuhan ini dengan kulit lawang.
Dalam penelitian ini, disebutkan tidak hanya orang Tobelo Dalam yang memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Orang-orang Makian yang berada di Pulau Moti, juga memanfaatkan 42 jenis tumbuhan sebagai bahan obat.
Dari semua jenis itu, hanya lima jenis saja yang sama dengan yang dimanfaatkan orang Tobelo Dalam. Artinya, ada banyak sekali tumbuhan yang dipakai.
Kalau saja penelitian tersebut menyentuh semua wilayah di Maluku Utara, maka akan ada banyak tumbuhan lagi yang bisa dicatat sebagai bahan pengobatan tradisional.
Orang-orang di sini juga memanfaatkannya dengan cara yang beragam. Ada yang langsung merebus akar, batang, beserta daun, kemudian diminum. Bahkan, ada yang sebagiannya saja.
Cara meramu seperti itu tidak dilakukan asal-asalan. Dalam kosmologi orang-orang di sini, proses pengambilan tumbuhan untuk rorano pun harus ada ritual spiritualnya. Dari proses petik atau ambil, diolah, hingga diminum, semua ada caranya.
Dalam beberapa kesempatan, saya melihat langsung proses tersebut. Obat-obat tertentu tidak dianjurkan untuk dihaluskan menggunakan mesin. Mereka menggunakan penggilingan tradisional atau ‘cobe’.
Tumbuhan seperti daun keladi tikus yang sudah dilakukan penelitian beberapa kampus besar pun sudah digunakan orang-orang Jailolo dan Ternate serta daerah sekitar di Maluku Utara. Saya menyebut Jailolo dan Ternate, karena pada beberapa kesempatan, saya pernah melihatnya langsung tumbuhan ini dipakai untuk pengobatan beberapa penyakit dalam.
Tumbuhan ini bahkan sudah diproduksi dalam bentuk kapsul. Daun keladi tikus memang dipercaya bisa mengobati penyakit kanker.
Dalam sebuah artikel di agromedia.net, ditulis kandungan phenylpropanoid glikosida, sterol, dan cerebrosida yang terdapat dalam umbi keladi tikus dapat dipakai sebagai antihepatotoksik untuk menghambat kerusakan sel hati. Disebutkan juga, ekstrak keladi tikus mampu mencegah terjadinya kanker karena adanya karsinogen.
Daun pepaya, misalnya. Sebagian besar orang-orang Maluku Utara meyakini sebagai salah satu tumbuhan yang bisa mengobati malaria.
Penelitian mengenai daun pepaya memang sudah banyak dilakukan. Rasanya yang pahit kadang menjadi tantangan tersendiri. Barangkali inilah yang membuat sebagian dari kita kurang merasa nyaman saat mengonsumsi rorano.
Namun,tidak semua ramuan tersebut diminum. Ada juga yang dipakai untuk pengobatan luar seperti dengan cara ‘bakera’ atau proses pengasapan hasil rebusan bahan rempah-rempah, seperti daun cengkeh, pala, daun pepaya, kayu manis, sereh, sirih, dan lainnya.
Tradisi bakera biasa digunakan untuk orang yang baru selesai melahirkan, maupun untuk orang yang merasa meriang dalam waktu yang cukup lama.
Maluku Utara memang pernah berjaya sebagai pusat rempah dunia. Wajar saja, kalau pengobatan tradisional tidak bisa lepas dari rempah-rempah. Di masa lalu, bangsa Cina, Arab, hingga orang-orang Eropa pernah melayari samudra hanya sekadar mencari di mana asal rempah itu berada.
Begitu banyak ramuan tradisional yang ada di Maluku Utara—yang tentu tak mungkin diulas satu per satu.
Hamparan tumbuhan di hutan Maluku Utara menjadi aset paling berharga untuk kesehatan manusia. Cara-cara tradisional yang dipakai juga sangat ekologis. Secara turun-temurun, memang diajarkan memanfaatkan rorano dengan cara yang tidak asal-asalan. (*)