Waktu tentu tak bisa berulang, apalagi kenangan dan kesempatan. Seperti itulah hidup, seseorang yang pernah hina di masa lalu, barangkali bisa berjaya di masa depan.

Wajah kusam itu tampak terlihat dalam beberapa lembar foto. Rambut ikal dan panjang mereka tampak mirip, seperti janjian.

Dalam beberapa kesempatan, mereka terlihat bersama di jalanan, di emperan toko, di kontrakan, di teras rumah, hingga di ruang publik.

Forum diskusi kerap tercipta. Asap rokok mengepul, kopi hitam, dan beberapa kenangan yang berkelindan–mewarnai perjalanan anak-anak itu.

Kini mereka berbeda; berdasi dan mewah.

Sebuah pemandangan indah yang tampak di kursi legislatif DPRD Halmahera Barat. Begitu banyaknya orang muda yang kini berada di sana.

Tapi wajah kusam mereka berubah menjadi wajah kekuasaan. Seolah-olah pada wajah mereka ada harapan yang bertengger; berada di antara ucapan janji dan senyum manis.

Emperan toko berubah menjadi kursi DPRD. Mereka yang awalnya disebut aktivis, kini disebut pejabat–yang sebenarnya tak pantas karena mereka hanyalah wakil dari rakyat.

Suara mereka yang pernah besar di depan gedung DPRD dengan pengeras suara, kini mengecil saat berada di dalam gedung DPRD.

Saya tak mengerti, apa karena panasnya amarah saat itu sudah berubah menjadi dingin karena ruangan ber-AC. Atau karena kelelahan berjam-jam menyoal proyek demi proyek.

Mereka yang kini tengah menyandang predikat wakil rakyat itu mestinya sadar dan tahu diri, berada di sana adalah sebuah kepercayaan yang tak bisa dianggap remeh dan enteng.

Orang-orang muda itu semestinya tak bisa berhenti bersuara. Suara mereka tak boleh mengecil. Tak boleh tertutup perdebatan proyek atau kepentingan politik praktis semata.

Ada banyak persoalan yang harus disuarakan; ruang publik, penataan kota yang semrawut, akses pendidikan, kesehatan, perikanan, pertanian, industri, pariwisata, UMKM, hingga ekonomi rakyat.

Suara itu kini benar-benar mengecil. Barangkali untuk sekadar ngopi dan berkomentar di media massa pun tak terdengar. Atau sekadar membentak meja pun tak terlihat.

Untuk kalian orang muda teruslah bekerja, kalian pernah hidup di jalanan, pernah tahu dinamika intelektual dan perdebatan, pasti tahu menemukan jalannya.

Orang hebat seperti Fandi Ibrahim, Joko Ahadi, Albert Hama, Dasril H. Usman, Franky Luang, Ibnu Saud Kadim, Riswan Kadam, Asdian Taluke, dan lainnya, teruslah bekerja dan bersuara.

Kalian–semoga–masih terbaik. Kami rindu “bacotnya” melawan kebijakan yang tak berpihak pada rakyat. (*)

___

Penulis: Musmaulana

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *